JAKARTA, KOMPAS — Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat berdampak pada kinerja dari indeks emiten barang konsumsi yang anjlok 15,09 persen sepanjang tahun berjalan 2018. Indeks barang konsumsi bisa membaik jika emiten menggenjot penjualan mereka hingga akhir tahun.
Sejak awal tahun hingga Jumat (2/11/2018), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melorot 7,07 persen. Pada perdagangan Jumat lalu, IHSG ditutup pada level 5.906,29, naik 30,37 poin atau 1,30 persen dari perdagangan hari sebelumnya.
Kepala Riset PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya mengatakan, investor pasar modal terkejut dengan pergerakan indeks konsumer tahun ini. Pasalnya, indeks sektor konsumer biasanya tetap tumbuh stabil meski IHSG mengalami penurunan.
”Untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun terakhir, indeks konsumer mencatatkan pertumbuhan negatif hingga dua digit. Kami juga melakukan downgrade dari overbought menjadi netral,” kata Hariyanto saat dihubungi Minggu (4/11/2018).
Anomali penguatan indeks sektor barang konsumsi di tengah pelemahan IHSG terlihat pada 2013. Saat itu, IHSG terkoreksi 1 persen, sedangkan indeks konsumer justru naik hingga 13,8 persen. Berdasarkan data Bloomberg, pada 2009-2017, kinerja indeks konsumer yang berada di bawah performa IHSG hanya pada 2016.
”Saham emiten konsumer juga tercatat paling banyak dilepas oleh investor asing,” ujar Hariyanto.
Sejumlah saham emiten sektor barang konsumsi yang banyak dilepas oleh investor asing sepanjang tahun berjalan di antaranya PT HM Sampoerna Tbk sebanyak Rp 3,58 triliun, PT Unilever Indonesia Tbk sebesar Rp 2,72 triliun, PT Indofood Sukses Makmur Tbk sebesar Rp 1,7 triliun, dan PT Gudang Garam Tbk sebesar Rp 1,2 triliun.
Selain tekanan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, Hariyanto mengungkapkan, pergeseran kebiasaan belanja masyarakat dari barang konsumsi menjadi investasi, pendidikan, dan pariwisata membuat investor melepas saham-saham emiten sektor konsumer.
”Siklus ekonomi makro dan ekspektasi belanja pemilu kepala daerah yang cukup rendah tahun ini juga menyebabkan terjadinya downgrade pada indeks sektor konsumer,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas Alfred Nainggolan menuturkan, indeks konsumer berpotensi membaik pada akhir tahun ini. Menurut dia, hingga akhir tahun, perusahaan barang konsumsi akan menggenjot penjualan untuk mencapai target.
”Hingga akhir tahun bakal ada perbaikan. Seandainya indeks konsumer turun, maka tidak akan sedalam saat ini atau hanya akan terkoreksi 7,5 persen sepanjang tahun berjalan,” ujarnya memperkirakan.
Alfred mengatakan, penurunan indeks konsumer terjadi seiring dengan pelemahan rupiah terhadap terhadap dollar AS. Bahan baku emiten barang-barang konsumsi masih banyak diimpor sehingga kondisi itu berpotensi mengganggu kinerja perusahaan.
Namun, dari sisi pertumbuhan konsumsi, kata Alfred, Indonesia masih sangat menjanjikan, dilihat dari ruang penetrasi pasar yang masih luas. Selain jumlah penduduk Indonesia yang banyak, daya beli generasi milenial masih akan mengerek kinerja emiten konsumer.
”Faktor lain yang berpotensi meningkatkan kinerja indeks sektor konsumer di akhir tahun ini adalah adanya dana desa dan pemilihan presiden pada tahun depan,” ujarnya.