Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo menyebutkan dua hal penting untuk memperbaiki dan menguatkan perekonomian Indonesia. Pertama, meningkatkan ekspor. Kedua, meningkatkan investasi.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, total ekspor Indonesia pada periode Januari-September 2018 sebesar 134,99 miliar dollar AS atau naik 9,41 dibandingkan dengan Januari-September 2017 yang sebesar 123,38 miliar dollar AS.
Sementara itu, data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan, realisasi investasi Januari-September 2018 sebesar Rp 535,4 triliun. Realisasi investasi itu meningkat 4,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2017, yakni sebesar Rp 513,2 triliun.
Investasi memiliki dampak berganda, termasuk dalam menyerap tenaga kerja, memenuhi kebutuhan pasar domestik, dan menggarap pasar di mancanegara. Upaya masuk ke pasar mancanegara ini dimaknai dengan harapan agar investasi yang masuk ke Indonesia adalah investasi yang berorientasi ekspor.
Kepala BKPM Thomas Lembong mengibaratkan investasi sebagai ujung tombak akses pasar. Oleh karena itu, segala upaya untuk mendorong investor Indonesia agar berinvestasi ke luar negeri juga dapat menjadi langkah strategis. Tujuannya, menggarap pasar ekspor.
Berinvestasi ke luar negeri bisa diibaratkan sebagai menancapkan bendera, yang disertai sejumlah langkah ikutan. Langkah itu di antaranya membuka kantor dan merekrut staf lokal di negara tersebut. Tentu saja, staf lokal tersebut harus mengerti kondisi setempat, mempunyai jaringan, bisa memasarkan, serta membantu atau memuluskan akses pasar untuk produk barang dan jasa dari Indonesia.
Selain itu, perusahaan juga membangun gudang, menempatkan stok barang di negara itu, membayar perusahaan iklan lokal untuk promosi dan pemasaran, serta detail lainnya.
Sebuah pencapaian menggembirakan dijadikan contoh dari penerapan hal tersebut. Di salah satu negara besar di Timur Tengah ada perusahaan kertas dan kemasan asal Indonesia yang memiliki pangsa pasar 70 persen dari total pasar di negara itu. Penguasaan pangsa pasar ini tidak lepas dari langkah perusahaan tersebut beberapa tahun sebelumnya untuk berinvestasi di negara yang dibidik sebagai pasar. Contoh positif ini bisa menjadi penyemangat agar perusahaan Indonesia tidak hanya jago kandang.
Investasi di luar negeri dapat menjadi instrumen penting dalam memburu pasar ekspor, termasuk di negara-negara tujuan ekspor nontradisional. BKPM juga menengarai ada beberapa negara yang potensial menjadi mitra dagang, investasi, dan pariwisata.
Misalnya, Australia. Perdagangan Indonesia-Australia saat ini masih terbatas. Total nilai perdagangan Indonesia-Australia sebesar 8,533 miliar dollar AS. Hal ini seperti menunjukkan pasar yang belum digarap optimal. Sebab, meskipun jumlah penduduknya hanya sekitar 26 juta orang -atau sepersepuluh dari jumlah penduduk Indonesia-. namun skala ekonomi Australia lebih besar. Ukuran ekonomi Australia mencapai 1,3 triliun dollar AS per tahun, sedangkan Indonesia sekitar 1 triliun dollar AS per tahun.
Ada harapan perjanjian perdagangan dapat menjadi terobosan untuk membuka perdagangan, arus investasi, dan kerja sama pariwisata yang lebih berarti. Masih banyak langkah yang bisa dan mesti dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. (C Anto Saptowalyono)