NUSA DUA, KOMPAS — Badan Ekonomi Kreatif meluncurkan buku Kopi: Indonesian Coffee Craft and Culture pada acara gala dinner bersama peserta Konferensi Dunia Ekonomi Kreatif (WCCE) 2018, Rabu (7/11/2018) malam, di Hotel Sofitel Nusa Dua, Bali. Buku ini berisi perjalanan sejarah hingga kultur minum minuman kopi di Nusantara.
”Buku ini harus dilihat sebagai bagian apresiasi terhadap kopi Indonesia. Bagaimana cerita kopi dari biji sampai pemrosesannya menjadi sebuah minuman. Sejarah kopi tiba di Nusantara berlanjut hingga budaya minum,” ujar Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf.
Indonesia menjadi negara pengekspor biji kopi (beans) terbesar kedua di dunia, dengan total nilai 1,2 miliar dollar AS pada akhir 2017. Dengan nilai sebesar ini, volume biji lebih dari 460.000 ton. Per Februari 2018, Indonesia telah mengekspor sekitar 22.000 ton biji kopi. Jumlah ini terus bertambah setiap bulan.
Kultur minum kopi yang dimaksud misalnya kopi duren Medan. Warga Medan suka mencampur minuman kopi dengan buah durian. Contoh lain, kopi sanger Aceh. Warga Aceh terbiasa minum minuman kopi yang sudah digabung dengan susu.
Lebih jauh, Triawan mengatakan, dirinya kerap kali menemukan orang yang hanya mengenal kopi arabika Jawa. Padahal, Indonesia memiliki jenis lain yang tidak kalah enak untuk dijadikan bahan minuman. Sebagai contoh, kopi arabika Toraja, kopi arabika Kintamani, dan kopi arabika Gayo.
Sejak sekitar dua tahun terakhir, Bekraf memiliki perhatian meningkatkan nilai tambah terhadap minuman kopi Indonesia. Bentuk dukungan bermacam-macam, antara lain memfasilitasi akses pembiayaan pengusaha minuman kopi dengan lembaga jasa keuangan, sertifikasi profesi barista, dan mengupayakan merek kedai minuman kopi specialty lokal merambah ke pasar internasional.