Disrupsi terus terjadi. Perusahaan mapan bergelut dengan masalah transformasi bisnis. Usaha rintisan pun tak mudah untuk bertahan karena harus memastikan kultur perusahaan bisa bertahan dalam jangka panjang ketika memasuki tahapan mapan. Keduanya sedang mengalami fenomena harus melepas karyawan lama dan harus merekrut karyawan baru.
Beberapa perusahaan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, mengalami fenomena ini. Di dalam negeri, beberapa perusahaan mapan mengakui tenaga kerja mereka sudah tidak bisa lagi mengikuti kultur baru sehingga mereka terpaksa menawarkan pensiun dini. Mereka juga harus merekrut karyawan baru yang lebih memahami industri digital.
Tak hanya perusahaan mapan, perusahaan usaha rintisan juga mengalami hal yang sama, namun penyebabnya berbeda. Ketika berdiri, usaha rintisan merekrut dengan “seadanya” atau ibaratnya siapa saja yang mau silakan bergabung. Namun, ketika usaha ini membesar, mereka membutuhkan karyawan yang memiliki kultur yang sesuai. Mereka harus “mengganti” sumber daya manusia lama dengan yang baru.
Di beberapa perusahaan internasional, fenomena ini terjadi. Di Inggris, Lloyds Banking Group bakal mengurangi karyawan sebanyak 6.000 orang. Namun, namun pada saat yang sama akan merekrut 8.000 orang baru karena akan berekspansi ke layanan digital. Mereka tidak akan lagi bertumpu pada layanan konvensional di cabang, namun bakal meningkatkan layanan perbankan secara dalam jaringan. Mereka telah beberapa kali menutup cabang di beberapa tempat sejak tahun lalu.
Amazon juga melakukan langkah yang mirip. Mereka akan mengurangi sejumlah karyawan di beberapa bagian karena melihat kelebihan karyawan dan anggaran. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, mereka bakal merekrut tenaga kerja baru karena terkait dengan pengembangan bisnis, termasuk pembukaan kantor pusat yang kedua setelah Seattle. Di luar itu, Amazon melakukan pengurangan karyawan di beberapa tempat, namun akan merekrut di tempat lainnya.
Di perusahaan mapan, ketika mereka memilih melakukan transformasi digital, maka dipastikan akan mengurangi sejumlah pekerjaan. Pekerjaan lama sudah tidak diperlukan lagi. Akan tetapi, besaran pengurangan sangat bergantung pada pekerjaan baru yang muncul dan kemampuan pekerja lama untuk masuk ke dalam pekerjaan baru. Pada masa depan, fenomena pengurangan pekerjaan bakal terjadi karena otomatisasi makin banyak di berbagai pekerjaan. Prediksi perusahaan konsultan Gartner Inc menyebutkan, pengurangan pekerjaan karena otomatisasi bakal masif mulai 2025.
Fenomena di usaha rintisan, seperti dalam kasus Amazon, mulai muncul. Kejadian ini merupakan fenomena baru. Pada awal perekrutan, mereka menarik banyak tenaga kerja. Namun, ketika berjalan, mereka melihat kenyataan banyak pekerjaan yang bisa dihilangkan karena berbagai alasan, baik karena kesalahan perencanaan maupun karena perkembangan teknologi yang bisa menggantikan peran mereka.
Di dalam salah satu artikel Harvard Business Review disebutkan, salah satu hal yang penting di dalam usaha rintisan adalah membangun dan mendefinisikan secara jelas kultur perusahaan dan mencari cara pelibatan karyawan dalam setiap keputusan manajerial untuk tujuan jangka panjang. Saat ini usaha rintisan tengah membangun kultur. Maka akan ada karyawan yang harus meninggalkan usaha rintisan itu karena kultur tidak sesuai dengan mereka. (ANDREAS MARYOTO)