Kreativitas Pelaku Ekonomi Kreatif
Pelaku ekonomi kreatif memanfaatkan berbagai ajang internasional yang kian sering digelar di Indonesia. Mereka menampilkan kreasi dan produk terbaik di ajang itu agar dilirik. Adu kreativitas pun mencuat demi kemajuan produk lokal Indonesia.
Kesulitan menembus pasar domestik dan global menjadi keluhan klasik yang diungkapkan pelaku industri kreatif. Berbalut semangat memajukan ekonomi kreatif, pihak yang berkepentingan, baik pemerintah maupun swasta, ikut serta dalam pameran di dalam negeri dan luar negeri. Tujuannya memajukan produk lokal.
Di sela-sela Konferensi Dunia tentang Ekonomi Kreatif atau World Conference on Creative Economy (WCCE) 2018 di Bali, 6-8 November 2018, produk pelaku kreatif domestik ikut unjuk tampil. Salah satunya produk kopi khas Nusantara yang menyapa peserta dan pengunjung WCCE, tak jauh dari pintu masuk Bali Nusa Dua Conference Center.
Ada beberapa jenis kopi khas Nusantara, lengkap dengan petani kopi dan barista yang siap menyeduh kopi bagi pengunjung. Biji kopi ikut dipajang di meja sebagai daya tarik. Agar lebih lengkap, peserta konferensi bisa bertanya langsung kepada barista atau petani mengenai seluk beluk perkopian.
Aleh, Ketua Koperasi Produsen Kopi ”Margamulya” Pengalengan (Kabupaten Bandung, Jawa Barat), hadir di situ. Dia menceritakan, koperasi membawa biji kopi merek Java Preanger Gunung Tilu. Menurut dia, selama acara WCCE 2018, ribuan gelas kopi Java Preanger Gunung Tilu diminati peserta. Bahkan, ada peserta konferensi yang datang lebih dari sekali. Sebagai binaan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), kopi yang disajikan memang tidak diberi harga.
Pada 2006, Aleh bersama sejumlah petani kopi di kaki Gunung Tilu membentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan. Pada 2008, koperasi dan kelompok tani Margamulya terbentuk. Pada saat bersamaan, Dinas Perkebunan Jawa Barat memberikan bantuan sarana dan pelatihan budidaya tanaman kopi.
Kini, Koperasi Produsen Kopi Margamulya memiliki 200 petani sebagai anggota. Mereka menjadi pemasok untuk beberapa eksportir nasional. Selain itu, mereka juga menjual secara eceran melalui laman javapreangerkopi.co.id dan beberapa laman pemasaran.
”Kendala kami sekarang adalah permodalan. Keinginan kami, suatu hari nanti bisa menjadi eksportir,” kata Aleh.
Dalam WCCE 2018, Bekraf menampilkan sejumlah program yang berkaitan dengan pelaku ekonomi kreatif beserta hasilnya. Salah satunya program Inovatif dan Kreatif Melalui Kolaborasi Nusantara (IKKON) yang bertujuan membantu daerah mengembangkan potensi ekonomi kreatifnya. Daerah yang dipilih memperoleh nilai tambah karena tim IKKON akan memoles produk lokal daerah tersebut
Gamia Dewangga, desainer peserta IKKON 2018, menceritakan, dirinya ditempatkan di Pulau Tomia, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Di daerah itu, Gamia membantu kelompok penenun sarung untuk mengolah pewarna alam dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di kawasan
”Masalah yang dihadapi penenun adalah benang. Mereka harus menempuh perjalanan delapan jam menuju Kota Baubau untuk membeli benang. Permasalahan itu yang coba diselesaikan dengan mengajari mereka mengolah tanaman di sekitar mereka menjadi bahan warna alam benang,” tutur Gamia.
Ada juga Trisa Melati, desainer tekstil peserta IKKON 2018 yang ditempatkan di Dompu, Nusa Tenggara Barat. Di sana, Trisa mengajarkan upaya pelestarian motif tenun kepada sekitar 30 petenun Dompu. Motif lama yang sudah berkembang diberi sentuhan modern.
”Motif kain tenun Dompu yang tersisa hanya kotak-kotak. Kami mencoba mengajari mereka memodifikasi, mulai dari struktur hingga pemakaian benang warna-warni. Namun, kami tidak menghilangkan kekhasan tenun Dompu yang masih dikerjakan memakai tangan,” kata Trisa.
Produk lokal
WCCE 2018 menampilkan ruangan khusus bernama Creative Village. Di ruangan itu, swasta dan pemerintah yang peduli terhadap produk ekonomi kreatif dari asalnya masing-masing bisa menampilkan produk itu.
Laman pemasaran Shopee, misalnya, membawa Tanamera, produsen kopi lokal, yang beberapa bulan terakhir bergabung sebagai mitra penjual.
Head of Government Relations Shopee Indonesia Radityo Triatmojo memaparkan, pada November 2018, Shopee menggelar kampanye Kreasi Nusantara, mengusung tema lokal yang mendunia. Melalui tema ini, Shopee ingin memperlihatkan kepada masyarakat, ada produk lokal asli Indonesia, berkualitas bagus, diterima pasar global, dengan bisnis yang berdampak sosial positif bagi sekelilingnya.
Radityo menambahkan, Shopee rutin menggelar kampanye Kreasi Nusantara dengan tema yang berbeda-beda. Sekitar satu juta mitra penjual berpartisipasi dalam kegiatan itu. Shopee juga membina produsen produk kreatif. Hingga sekarang, ada 30.000 binaan yang terlibat.
Pemain lain, yakni Tokopedia, tak ketinggalan. Di lapaknya, Tokopedia memamerkan 9 merek produk ekonomi kreatif hasil Tokopedia Makerfest, gerakan sekaligus kompetisi bagi kreator barang ekonomi kreatif.
Marketing Communication Event Activation Tokopedia Rizky Aldi menjelaskan, 9 merek tersebut hasil Tokopedia Makerfest Bali. Merek-merek itu antara lain Bushcraft Bali dan Decocraft Bali. Semua produk itu melewati proses kurasi.
”Kami mengarahkan setiap pengunjung untuk melihat dulu, lalu masuk ke platform Tokopedia untuk bertransaksi. Strategi ini berhasil,” kata Rizky.
Adapun Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, menampilkan hasil binaan berupa kain tenun ikat pewarna alam, berbentuk selendang dan pakaian. Sejumlah perajin kain dari Belu hadir di ajang WWCE 2018 untuk menjelaskan proses dan mengajari pengunjung cara menenun.
Anggota Dekranasda Kabupaten Belu, Irene Tefa, menuturkan, pihaknya sengaja mempromosikan dan menyosialisasikan kain tenun ikat Belu kepada peserta WCCE 2018.
”Kami ingin produk daerah Belu lebih dikenal,” katanya.
Ajang internasional semakin banyak digelar di Indonesia. Acara ini bisa dimanfaatkan pelaku usaha ekonomi kreatif untuk menampilkan diri. (Mediana)