Tujuh tahun yang lalu, transaksi berjalan triwulanan mulai defisit. Pada triwulan IV-2011, transaksi berjalan defisit 1,6 miliar dollar AS. Sejak saat itu, transaksi berjalan triwulanan defisit, hingga kini.
Transaksi berjalan memperhitungkan, antara lain, perdagangan barang dan jasa. Dengan neraca jasa yang nyaris selalu defisit, maka neraca barang menjadi harapan untuk mendorong transaksi berjalan ke arah positif atau surplus. Akan tetapi, pada triwulan III-2018, neraca barang pun defisit.
Mengacu pada data Bank Indonesia, sejak 2012 hingga 2017, transaksi berjalan Indonesia secara tahunan defisit. Tahun ini dipastikan demikian. Jika diakumulasi, defisit transaksi berjalan triwulan I, II, dan III tahun ini sebesar 22,53 miliar dollar AS. Angka ini melampaui defisit transaksi berjalan 2015 yang sebesar 17,5 miliar dollar AS, tahun 2016 yang sebesar 17 miliar dollar AS, dan tahun 2017 yang sebesar 17,33 miliar dollar AS.
Meskipun, jika dihitung persentasenya terhadap produk domestik bruto (PDB), defisit ini bisa saja tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Sebab, PDB Indonesia semakin besar.
Selama ini, untuk menuju Neraca Pembayaran surplus atau positif, defisit transaksi berjalan ditutup dengan neraca modal dan finansial yang surplus. Pada triwulan I, II, dan III-2018, surplus neraca modal dan finansial tidak mampu menutup defisit transaksi berjalan. Maka, yang terjadi, Neraca Pembayaran Indonesia pun defisit.
Neraca modal dan finansial, antara lain terdiri dari investasi langsung dan investasi portofolio. Investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) merupakan investasi yang lebih bertahan lama. Sebab, dengan investasi ini, pemilik modal atau investor menempatkan dana mereka di Indonesia, kemudian berproduksi, menghasilkan barang, lalu melepaskan produk ke pasar. Ada dampak negatif jika produksi itu menggunakan bahan baku, bahan penolong, dan barang modal yang diimpor. Sebab, barang yang diimpor akan memengaruhi neraca perdagangan, yang juga memengaruhi transaksi berjalan.
Untuk menekan dampak negatif itu, maka PMA bisa didorong agar berorientasi ekspor. Dengan kata lain, hasil produksi dijual ke luar negeri, sehingga memberi tambahan devisa.
Sebaliknya, investasi portofolio sangat terpengaruh daya tarik pasar keuangan di Indonesia dan kondisi perekonomian global. Dengan kondisi perekonomian global yang bergejolak, maka dana portofolio asing ini bisa dengan mudah masuk ke pasar keuangan Indonesia melalui surat berharga. Namun, sebaliknya, bisa meninggalkan pasar keuangan Indonesia jika tertarik pada pasar keuangan negara lain.
Sejak awal tahun ini, gejolak pasar keuangan kian terasa. Hal ini tergambar, antara lain, pada investasi portofolio yang defisit pada triwulan I, surplus pada triwulan II, lalu kembali defisit pada triwulan III.
Dengan kondisi transaksi berjalan yang defisit sejak triwulan IV-2011, suka atau tidak suka, Indonesia bisa disebut sebagai negara yang memerlukan dollar AS. Kemampuan Indonesia untuk menghasilkan dollar AS kalah dengan kebutuhan Indonesia terhadap dollar AS. Maka, jika kondisi perekonomian global masih tetap bergejolak, Indonesia harus tetap siap menghadapi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang merosot.
Saat ini nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memang sedang menguat. Per Senin (12/11/2018), nilai tukar berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate sebesar Rp 14.747 per dollar AS. Sebelumnya, sepanjang Oktober, nilai tukar sekitar Rp 15.000-an per dollar AS.
Penyebab rupiah berbalik arah sejak 5 November ini adalah pasar di dalam negeri yang mulai terbentuk. Pasokan dollar AS di pasar dalam negeri cukup, sehingga “harga” dollar AS menjadi tak semahal sebelumnya. Akan tetapi, dengan kondisi global yang masih tak menentu, ditambah kondisi Indonesia yang membutuhkan dollar AS, maka risiko rupiah melemah terhadap dollar AS masih bisa terjadi. Jika itu terjadi, kita mesti siap menghadapinya. Setidaknya, menyadari bahwa risiko itu, sebagai dampak dari transaksi berjalan yang defisit, masih tetap ada.
Tidak ada cara instan untuk memperbaiki kondisi transaksi berjalan yang defisit bertahun-tahun ini. Tak ada cara lain, langkah untuk memperkuat ketahanan diri dengan cara mengurangi defisit transaksi berjalan dan meningkatkan surplus transaksi modal dan finansial mesti dilakukan. (Dewi Indriastuti)