JAKARTA, KOMPAS — Kementerian BUMN menargetkan pembentukan perusahaan induk BUMN di sektor infrastruktur serta perusahaan induk BUMN di sektor perumahan dan kawasan sudah terbentuk pada Desember 2018. Dengan demikian, kedua perusahaan induk BUMN itu dapat menggelar rapat umum pemegang saham pada Mei 2019 bersamaan dengan RUPS tahunan.
Hal itu disampaikan Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra Samal dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/11/2018). ”Kami optimistis pemerintah sudah mengeluarkan PP sebelum akta inbreng ditandatangani pada minggu ketiga Desember 2018,” kata Hambra.
Struktur perusahaan induk BUMN di sektor infrastruktur meliputi PT Hutama Karya sebagai induk perusahaan dengan anggota perusahaan, yang terdiri dari PT Jasa Marga, PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, PT Yodya Karya, dan PT Indra Karya.
Struktur perusahaan induk BUMN di sektor perumahan dan kawasan meliputi PT Perumnas sebagai induk perusahaan, dengan anggota perusahaan yang terdiri dari PT Wijaya Karya, PT PP, PT Virama Karya, PT Amarta Karya, PT Indah Karya, dan PT Bina Karya.
Hambra menjelaskan, pembentukan perusahaan induk itu, seperti pembentukan perusahaan induk BUMN di sektor minyak dan gas atau pertambangan, dilakukan dengan pengalihan saham seri B milik pemerintah kepada anggota induk perusahaan kepada perusahaan induk.
Ketentuan pembentukan perusahaan induk BUMN itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengungkapkan, pembentukan perusahaan induk BUMN terutama di sektor infrastruktur serta perumahan dan kawasan sangat penting agar perusahaan BUMN yang memiliki sektor usaha sejenis dapat terkonsolidasi, besar, kuat, dan lincah.
Dengan demikian, lanjut Aloysius, kinerja dan pengembangan bisnis perusahaan BUMN tersebut semakin efisien dan berdaya saing. Melalui pembentukan perusahaan induk itu, skala usaha dan aset dapat menjadi lebih besar sehingga lebih mampu mencari pembiayaan yang lebih besar.
Dalam era globalisasi, perusahaan BUMN harus mampu berkompetisi secara global. ”Dalam globalisasi, perusahaan jasa konstruksi (asing) masuk sehingga tidak mudah bersaing. Perlu konsolidasi,” kata Aloysius.
Direktur Utama PT Hutama Karya Bintang Perbowo mengatakan, bersamaan dengan pertemuan IMF di Bali, PT Hutama Karya telah menandatangani komitmen pembiayaan dari perbankan luar negeri dan dalam negeri sebesar Rp 32 triliun.
Selain itu, kata Bintang, Hutama Karya juga mendapat dana dari penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 10,5 triliun. Dana-dana itu akan digunakan untuk dapat membangun jalan tol Trans-Sumatera sepanjang 450 kilometer. Hutama Karya mendapat penugasan dari pemerintah untuk membangun jalan tol Trans-Sumatera.
Melalui pembangunan jalan tol Trans-Sumatera, diharapkan distribusi barang dan jasa menjadi semakin cepat dan lancar serta dapat menumbuhkan kawasan-kawasan kegiatan ekonomi yang baru.