Kebijakan Ekonomi Digital Indonesia Dinilai Terlalu Berpihak kepada Asing
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku industri digital lokal menilai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait sektor ini semakin liberal. Ditambah lagi, setiap pengambilan kebijakan dilakukan tanpa melibatkan suara pemain dalam negeri.
Pelaku industri digital yang tergabung dalam Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), misalnya, mengkritik pembukaan daftar negatif investasi (DNI). Jumat pekan lalu, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan baru melalui Kebijakan Ekonomi XVI yang salah satu muatannya adalah dibukanya 54 bidang usaha DNI.
Dari 54 bidang usaha itu, 25 bidang usaha terbuka untuk asing 100 persen. Di sektor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), delapan bidang usaha yang masuk ke dalam 25 bidang usaha yang 100 persen dibuka untuk asing.
Kedelapan bidang usaha itu adalah jasa komunikasi data, penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap, jaringan telekomunikasi bergerak, jasa telekomunikasi layanan konten, dan pusat layanan informasi atau call center, dan jasa nilai tambah telepon lainnya. Lalu, jasa akses internet, jasa internet telepon untuk kepentingan publik, dan jasa interkoneksi internet (NAP), dan jasa multimedia lainnya.
Sekretaris Jenderal APJII Henri Kasyfi, Kamis (22/11/2018), di Jakarta, mengatakan, mayoritas pelaku usaha di delapan bidang tersebut adalah termasuk anggota APJII. Dia mengklaim, semua anggota asosiasi tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan pembukaan DNI.
”Relaksasi DNI memang akan mengundang investasi luar negeri ke pelaku usaha terkait, tetapi itu hanya akan memberikan manfaat kepada segelintir pelaku usaha, khususnya yang berskala besar. Kebijakan ini jelas memiliki potensi untuk ’membunuh’ pelaku usaha di delapan bidang usaha yang berskala UKM. Apalagi, sebagian besar anggota APJII adalah UKM,” ujarnya.
Lebih jauh, Henri menceritakan, beberapa perusahan asing mempunyai konsep jasa penyedia internet (internet service provider) global atau ”Global ISP” tanpa bekerja sama dengan ISP lokal. Dengan relaksasi DNI ini, APJII khawatir konsep Global ISP semakin dimudahkan.
”Dampaknya tidak baik bagi kelangsungan bisnis 450 ISP Indonesia,” kata Henri.
Ketua Umum APJII Jamalul Izza menyorot bidang usaha jasa interkoneksi internet atau biasa disebut NAP. Menurut Jamalul, jika bisnis NAP diperbolehkan dimiliki 100 persen sahamnya oleh asing, hal itu sama saja dengan menyerahkan gerbang-gerbang perbatasan digital Indonesia 100 persen kepada pihak luar.
”Kedaulatan digital Indonesia bakal terganggu,” ujarnya.
Sementara itu, pelaku usaha telekomunikasi yang tergabung dalam Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menyuarakan kritik terkait rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Poin utama PP terletak pada Pasal 17 yang isinya adalah wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di Indonesia. Untuk memenuhi kewajiban ini, PP menyebutkan masa transisi selama lima tahun sejak diundangkan.
Sejauh ini, revisi PP masuk pembahasan di Sekretariat Negara. Ketua Umum Mastel Kristiono mengungkapkan, pihaknya pun sudah mengetahui perjalanan tahap revisi PP. Hanya saja, pembahasan poin-poin yang diubah tidak pernah melibatkan Mastel.
”Hasil studi internal kami menemukan negara berpotensi merugi puluhan triliun rupiah apabila mengatakan keberadaan pusat data di Indonesia. Sekarang, data mining penting sekali untuk kedaulatan industri digital dan keamanan siber suatu negara. Ini, kok, pemerintah malah meniadakan kewajiban pusat data di dalam negeri,” katanya.
Menurut Kristiono, sejak PP No 82/2012 diundangkan, sejumlah pelaku industri patuh, misalnya pemain perbankan dan pelaku usaha rintisan bidang teknologi. Situasi ini semestinya jadi evaluasi pemerintah.
”Kalau ada pelaku industri tidak taat, pemerintah wajib menegur. Masa transisi lima tahun semestinya ada evaluasi. Pelaku yang sudah patuh terhadap PP No 82/2012 bisa jadi menganggap pemerintah inkonsisten jika tidak tegas ataupun mengevaluasi,” katanya menambahkan.