JAKARTA, KOMPAS--Sejumlah pulau skecil di Indonesia menjadi prioritas utama pengembangan energi terbarukan untuk menaikkan rasio elektrifikasi di wilayah itu. Prioritas tersebut diwujudkan melalui kerja sama pemerintah RI dengan Jerman, yakni Program Elektrifikasi untuk Energi Terbarukan 1.000 Pulau.
Upaya Jerman melaksanakan transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan bisa ditiru.
Pihak yang terlibat dalam Program Elektrifikasi untuk Energi Terbarukan 1.000 Pulau adalah Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), lembaga Kerja Sama Internasional Jerman (GIZ), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), dan swasta. Tujuan program ini mencapai target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025. Dua pulau yang menjadi proyek percontohan adalah Pulau Belitung di Provinsi Bangka Belitung dan Pulau Kaledupa di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Direktur Program Energi Indonesia dan ASEAN di GIZ, Rudolf Rauch, mengatakan, usaha menaikkan rasio elektrifikasi di pulau-pulau kecil di Indonesia dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan. Sumber energi itu harus sesuai dengan potensi di wilayah tersebut, seperti tenaga angin, surya, atau mikrohidro. Sumber energi terbarukan di Indonesia lebih beragam.
"Tak sepenuhnya bergantung pada tenaga diesel berbahan bakar minyak. Kombinasi pasokan listrik bisa diperoleh dari sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya atau angin," kata Rudolf dalam acara Indonesia-German Renewable Energy Day, Rabu (21/11/2018), di Jakarta.
Rasio elektrifikasi adalah perbandingan jumlah penduduk yang sudah menikmati akses terhadap listrik dengan populasi di wilayah itu.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana mengakui, optimalisasi pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia belum berjalan mulus. Masalah interkoneksi jaringan listrik dengan kondisi geografis Indonesia membuat upaya tersebut tidak mudah dilaksanakan. Namun, menurut dia, Indonesia tetap berkomitmen mendorong pemanfaatan energi terbarukan.
"Indonesia sudah menandatangani Perjanjian Paris (Paris Agreement). Niat politik sudah ada. Hanya saja, pelaksanaannya tidak mudah. Fokus pemerintah adalah pemerataan akses terhadap energi dan yang paling mudah pemanfaatannya adalah batubara. Idealnya memang pemerataan energi dengan sumber energi terbarukan," ujar Rida.
Ramah investasi
Matthias Eichelbrönner, perwakilan Asosiasi Energi Surya Jerman (BSW Solar), mengatakan, faktor terpenting untuk mempercepat optimalisasi energi terbarukan di Indonesia adalah kebijakan yang ramah investasi. Proses yang transparan dalam perjanjian jual beli tenaga listrik sangat dibutuhkan investor.
"Pemerintah sangat sulit untuk berjalan sendiri (merealisasikan program energi terbarukan). Tetap perlu dukungan swasta. Jadi, kebijakan yang ramah investasi dan transparansi akan mempercepat cita-cita optimalisasi energi terbarukan di Indonesia," ujar Matthias. (APO)