2,4 Juta Pekerja Informal Terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan
Oleh
Mediana
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan menargetkan, sampai akhir 2018 terdapat 2,1 juta orang peserta berlatar belakang pekerja bukan penerima upah atau informal. Hingga Oktober 2018, sebanyak 2,4 juta orang dari kelompok pekerja itu berhasil direkrut atau realisasinya 116 persen dari target.
Meski begitu, Direktur Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Enda Ilyas Lubis, Senin (26/11/2018), di Jakarta, mengatakan kendala berikutnya adalah mempertahankan keberlanjutan kepesertaan. Apabila pekerja bukan penerima upah tidak membayar iuran berturut-turut di atas tiga bulan, maka BPJS menetapkan status kepesertaan mereka hangus. Dengan kata lain, pekerja dinyatakan keluar dari kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan.
"Dari total peserta yang ada, sekitar 34 persen di antaranya terekam menunggak iuran bulanan," ujar Enda.
Peserta berlatarbelakang pekerja bukan penerima upah wajib mengikuti program jaminan sosial kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan sosial kematian (JKM). Sementara, program jaminan sosial hari tua bersifat pilihan.
Total iuran yang harus dibayar setiap bulan sebesar Rp 16.800. Meski tergolong nilainya rendah, peserta pekerja bukan penerima upah tetap menerima manfaat secara utuh.
Sebagai ilustrasi, apabila peserta mengalami kecelakaan kerja, mereka berhak memperoleh pengobatan gratis di rumah sakit yang telah bekerja sama dengan BPJS Ketenagkerjaan. Contoh lain, jika terjadi risiko meninggal dunia akibat kecelakaan kerja, ahli waris pekerja informal menerima santunan.
"Kami terus membangun kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah. Kami ajak mereka agar membantu sosialisasi serta menjaga keberlanjutan kepesertaan," tutur Enda.
Menurut dia, BPJS Ketenagakerjaan sudah menyarankan kepada kepala daerah agar ikut membantu iuran bagi pekerja bukan penerima upah, terutama mereka yang pekerja rentan. Misalnya, mengalokasikan dana khusus di APBD.
"Sejauh ini, kami melihat ada beberapa kepala daerah yang mengikuti saran kami. Sebagai contoh, Bupati Raja Ampat (Papua Barat) telah mengalokasikan dana khusus membantu iuran jaminan sosial bagi pekerja rentan," kata Enda.