Kehilangan Sepeda Motor yang Menginspirasi Majapahitech
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
Inovasi bahkan ide berwirausaha sering kali muncul dari persoalan ataupun tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Boleh jadi, persoalan itu tidak dialami sendiri oleh seorang wiraswasta. Namun, tetap saja seorang wiraswasta adalah ujung tombak untuk memecahkan persoalan-persoalan itu.
Alwy Herfian Satriatama (23), mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada, pun menggunakan pendekatan tersebut. Tahun 2015, ia bersama kelima teman kuliahnya mendirikan Majapahitech, sebuah usaha rintisan berbasis teknologi berawal dari temannya yang kehilangan sepeda motor.
”Lalu, muncul ide untuk membuat sistem pengamanan sepeda motor, yang diberi nama Gupala,” ujar kata laki-laki yang berkuliah di Jurusan Elektronika dan Instrumentasi, Rabu (24/10/2018) siang.
Dengan sistem pengamanan itu, pengendara sepeda motor harus memasukkan kode tertentu. Jika kode yang dimasukkan salah, dapat memicu alarm pada sepeda motor berbunyi.
Produk itu direspons positif oleh kalangan mahasiswa hingga masyarakat umum. Namun, produk itu belum diproduksi secara massal. Dalam seminggu, Majapahitech rata-rata baru memproduksi 20 unit.
Terkait pemasaran, Majapahitech terjun langsung menemui konsumen ataupun menjualnya melalui layanan daring. Mereka juga bekerja sama dengan Gadjah Mada Auto Service, bengkel kendaraan bermotor dari UGM.
Tantangan baru
Ketika memasarkan produk, kata Alwy, salah satu klien mengeluhkan inefisiensi dalam hal penyiraman kebun. Karena penyiraman dilakukan manual, ada orang yang harus datang untuk menyirami tanaman di jam-jam tertentu.
”Kami melihat itu sebagai peluang. Ada masalah yang mungkin juga dialami oleh pemilik kebun lainnya. Lalu, kami pikir, kenapa tidak kami coba saja?” kata Alwy, yang kini menjadi CEO Majapahitech.
Tahun 2017, lahirlah produk teknologi kedua mereka yang dinamai Kebon atau Smart Garden. Dengan instalasi tersebut, pemilik kebun dapat menyalakan pompa untuk menyirami kebunnya tanpa harus datang ke kebun. Mereka cukup mengirim pesan singkat atau SMS dari ponselnya.
”Ini hal baru bagi kami. Jadi, kami butuh 3-4 bulan untuk trial and error. Akhirnya, berhasil juga,” kata Alwy. Kebon dijual seharga Rp 4 juta, termasuk biaya pemasangan. Sementara biaya perawatannya Rp 100.000 per tahun.
”Kami juga membuat sistem pengelolaan pertanian. Tingkat kerumitan instalasi teknologinya berbeda-beda. Semakin rumit, semakin mahal. Bahkan, ada yang bisa sampai Rp 25 juta-Rp 40 juta,” ujar Alwy.
Fakultas Pertanian UGM menjadi klien pertama pada tahun 2018, yang memesan pembuatan Smart Garden bagi Pusat Inovasi Agroteknologi UGM di Mlati, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Nilai ordernya Rp 25 juta.
Namun, UGM kemudian menginginkan otomatisasi penyiraman bagi lahan mereka. Jika dihitung total nilai produknya menjadi sekitar Rp 40 juta.
”Fakultas Pertanian UGM kemudian ingin kebunnya bisa diawasi dari jarak jauh. Mereka juga ingin mengetahui kelembaban tanah hingga menghilangkan hama,” kata Alwy.
Menurut Alwy, jaringan internet mulai dimanfaatkan untuk mengawasi kebun dari jauh. Sensor-sensor dipasang untuk mendeteksi suhu, kelembaban tanah, hingga menjadwalkan penyiraman.
Dari Smart Garden, Majapahitech mulai mengembangkan Smart Fish. Inovasi baru itu berawal saat mereka dipertemukan oleh UGM dengan Mina Abadhi Farm, peternakan ikan di Janten, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul.
Peternakan ikan itu pun selama ini kesulitan mengatur suhu dengan tepat untuk menjamin ikan-ikan tumbuh dengan baik. Sementara ini, peternakan itu juga baru memasang penutup kolam berwarna hitam untuk menjamin suhu air.
”Padahal, (terpal) itu belum menjamin terjaganya kehangatan air. Kami memasang sensor yang bisa menaikkan dan menurunkan suhu sesuai dengan kebutuhan ikan untuk bertumbuh,” kata Alwy.
Berbagai inovasi tersebut mengantarkan Alwy dan teman-temannya dari Majapahitech menjadi pemenang pada Wirausaha Muda Mandiri (WMM), ajang kompetisi wirausaha dari Bank Mandiri.
”Ini semua tak lepas dari dukungan UGM Innovative Academy yang juga memberi kami tempat untuk mengembangkan produk-produk kami,” tutur Alwy.
Ke depan, Alwy dan teman-temannya akan menekuni sektor industri berbasis internet of things (IoT). Cikal bakalnya sudah dimulai di dua produk awalnya, yakni Smart Garden dan Smart Fish. ”Banyak industri yang masih belum terlalu efisien dan melakukan produksi secara manual. Ini peluang besar,” kata Alwy.
Pengembangan produk baru
Kini, Alwy sedang mengembangkan produk baru berupa personal assistance bernama Maya. Maya diharapkan menjadi personal assistance seperti Google Assistant meski bahasa ibunya adalah bahasa Indonesia. Mengapa? Hal itu untuk menambah akurasi mesin dalam menangkap perintah yang diberikan lewat suara.
”Melalui Maya, kami sebenarnya ingin menyelamatkan data yang dimiliki Indonesia. Selama ini, kita terlalu mengandalkan Google. Dengan personal assistance yang kita buat sendiri bisa menjamin keamanan data kita,” kata Alwy.
Pengembangan Maya pun dapat dilakukan setelah mendapatkan investasi dari UMG Idealab, sebuah inkubator usaha rintisan yang berbasis di Myanmar.
Majapahitech telah membuktikan kalau masalah demi masalah ternyata dapat menjadi peluang bisnis yang besar. Tantangan bila dihadapi dengan positif ternyata dapat pula dicari solusinya bahkan dapat pula menjadi peluang usaha.