JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Perindustrian mencatat jumlah industri besar dan sedang selama kurun waktu tahun 2014-2017 bertambah 5.898 unit; yakni dari 25.094 unit menjadi 30.992 unit. Pada periode yang sama industri kecil bertambah sekitar 970.000 unit; yakni dari 3,52 juta unit menjadi 4,49 juta unit.
Pemerintah menyatakan bertekad menciptakan iklim investasi kondusif, terutama di sektor industri. "Langkah strategisnya, antara lain, melalui paket-paket kebijakan ekonomi, insentif, dan kemudahan izin usaha,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ngakan Timur Antara melalui keterangan pers di Jakarta, Minggu, (25/11/2018).
Menurut Ngakan, pengembangan industri manufaktur nonmigas diprioritaskan pada sektor yang berbasis sumber daya alam dan menciptakan banyak lapangan kerja.Merujuk data Badan Pusat Statistik, industri pengolahan berkontribusi 19,66 persen terhadap produk domestik bruto triwulan III-2018.
Pertumbuhan tiga sektor manufaktur tercatat mampu melampaui pertumbuhan ekonomi triwulan III-2018 yang sebesar 5,15 persen. Sektor dimaksud yakni industri tekstil dan pakaian yang tumbuh 10,17 persen; industri makanan dan minuman 8,10 persen; serta industri alat angkutan 5,37 persen.
Berdasarkan laporan United Nations Industrial Development Organization atau UNIDO, Indonesia berperingkat 9 di dunia sebagai negara penghasil nilai tambah terbesar dari sektor industri. Dilihat dari persentase kontribusi industri, Indonesia masuk jajaran 4 besar dunia.
“Apabila dinilai dari indeks daya saing global - yang saat ini diperkenalkan metode baru dengan indikator penerapan revolusi industri 4.0 - peringkat Indonesia naik dari posisi 47 di tahun 2017 menjadi 45 di tahun 2018,” kata Ngakan.
Peta jalan Making Indonesia 4.0 menempatkan lima sektor manufaktur sebagai perintis dalam memasuki era revolusi industri 4.0 di Tanah Air. Sektor dimaksud adalah industri tekstil dan pakaian; industri makanan dan minuman; industri alat angkutan; industri kimia; dan industri elektronika.
Kelima sektor tersebut selama ini berperan penting melalui sumbangannya bagi perekonomian nasional. “Industri tekstil dan produk tekstil, misalnya, berperan strategis karena mulai dari bahan baku sampai produk jadi mempunyai keterkaitan dengan industri maupun sektor ekonomi lainnya,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar.
Industri tekstil dan produk tekstil di dalam negeri menyerap 3,58 juta orang atau 21,2 persen dari total tenaga kerja di sektor industri manufaktur. Sektor padat karya ini juga penghasil devisa ekspor negara cukup besar yang di triwulan II-2018 senilai 6,48 miliar dollar AS.
Terkait sumber daya manusia, salah satu unit pendidikan vokasi Kemenperin yakni Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil (AK Tekstil) Surakarta di tahun 2018 ini meluluskan 157 orang. “Seluruh lulusan AK Tekstil Solo tahun ini sudah diterima bekerja di 10 perusahan tekstil. Keberhasilan ini merupakan hasil kerja sama AK Tekstil Solo dengan para industri tekstil,” kata Haris.
Berdasar data Kemenperin, AK Tekstil Solo tahun 2015 meluluskan angkatan pertama sebanyak 102 orang. Jumlah lulusan di angkatan kedua dan ketiga mencapai 400 orang.
Metode pembelajaran di AK Tekstil Solo mengadopsi konsep dual system dari Jerman. Pada setiap semester selama kurun 2,5 bulan menerapkan pembelajaran teori dan praktik di kampus yang dilanjutkan 2,5 bulan praktik kerja di perusahaan.
“AK Tekstil Solo merupakan proyek percontohan pengembangan pendidikan vokasi yang mengadopsi konsep dual system dari Jerman. Ada integrasi pendidikan di kampus dan di industri sehingga lulusan yang dihasilkan benar-benar siap kerja,” kata Haris.