Jumlah Peternak Ayam Ras di Kalteng Makin Berkurang
Oleh
Dionisius Reynaldo Triwibowo
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Peternak ayam ras di Kalimantan Tengah minta pemerintah memberdayakan dan mendampingi mereka. Jumlah peternak mandiri pun kian merosot dari 400 peternak dari tahun 2014 menjadi lebih kurang 50 orang saja saat ini. Hal itu pun berdampak langsung pada berkurangnya pasokan daging ayam yang beredar di Kalteng.
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Wilayah Kalteng Andi Bustan mengungkapkan, banyak peternak ayam lokal yang mulai meninggalkan kandang dan beralih profesi karena berbagai faktor. Salah satunya adalah soal tempat.
“Kami bangun kandang jauh sebelum ada permukiman di sekitar kandang. Lalu saat ini diprotes oleh masyarakat karena bau, berisik, dan lain sebagainya. Karena tak bisa begitu saja memindahkan kandang, makanya banyak yang menyerah dan berhenti,” ungkap Andi di sela-sela Rapat Koordinasi Daerah dengan tema Stabilitas Harga dan Pasokan Barang Kebutuhan Pokok Menjelang Natal 2018 dan Tahun Baru 2019 di Palangkaraya, Selasa (27/11/2018).
Andi menjelaskan, sekali membuat kandang untuk kapasitas 5.000 ekor saja membutuhkan anggaran lebih kurang sebesar Rp 150 juta. Karena banyak protes maka banyak kandang yang dibongkar, peternak pun tidak mampu lagi membangun kandang baru.
“Banyak peternak beralih profesi, atau bekerja di perusahaan sehingga peternak mandiri sangat berkurang. Meskipun begitu, saat ini mulai banyak perusahaan peternakan yang masuk,” ungkap Andi.
Salah satu peternak ayam pedaging di Kota Palangkaraya, Muhammad Eka, mengatakan, sudah lama pemerintah menjanjikan pemberdayaan dan pendamingan. Sudah belasan kali, menurut Eka, pertemuan dan rapat antara pengusaha, peternak, dan pemerintah untuk membahas hal tersebut namun belum direalisasi.
“Saat harga daging naik, kami dicari-cari dan diminta menurunkan. Tetapi saat harganya jatuh, semua diam seakan tidak peduli. Padahal, kami ruginya besar sekali,” ungkap Eka.
Dari data Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Kalteng, kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam diperkirakan mencapai 1.986 ton. Sedangkan ketersediaan daging ayam hanya 1.280 ton sehingga kekurangan sekitar 706 ton daging ayam.
“Pemberdayaan terhadap petani lokal sedang dibahas. Rencananya, kami akan gunakan daging ayam beku dari bulog untuk mengatasi ketersediaan. Untuk itu Bulog akan membeli daging dari peternak lokal. Ini masih dibicarakan,” ungkap Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Kalteng Muhammad Hatta.
Dari data Bank Indonesia Perwakilan Kalteng, selama tiga tahun terakhir ayam pedaging selalu menyumbang inflasi di bulan November sampai Desember yang diakumulasi menjadi 1,5 persen. Hal itu terjadi karena fluktuasi harga ayam pedaging dan juga minat pembeli ayam menjelang hari raya.
“Maka dari itu kami menggelar rapat koordinasi agar bisa mengantisipasi lonjakan harga di hari raya nanti,” ungkap Hatta.
Rapat koordinasi tersebut juga dihadiri Staf Khusus Bidang Efektivitas Kebijakan dan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI Radix Siswo Purnomo.
Menurut Radix persoalan lonjakan harga salah satunya karena panjangnya rantai distribusi logistik ke Kalteng. Hal ini masih menjadi persoalan di pusat maupun di daerah.
“Kebergantungan dengan daerah-daerah sentra atau penghasil memang masih tinggi. Harus ada komitmen pemerintah daerah untuk mengembangkannya di daerah masing-masing, pemerintah pusat pasti mendukung,” kata Radix.