Kebijakan Tepat dan Cepat Butuh Sistem Data Terintegasi
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - AKARTA, KOMPAS Menghadapi era revolusi industri 4.0 yang serba digital, pemerintah dituntut untuk mampu membuat berbagai kebijakan secara tepat, akurat, dan cepat pula.
Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah membutuhkan data yang terkini, akurat, dan lengkap. Karena itulah, Badan Pusat Statistik (BPS) kini mengembangkan Sistem Data Statistik Terintegrasi (Simdasi), yang ditargetkan akan diimplementasikan oleh seluruh pihak terkait pada awal 2019. Sistem itu bertujuan untuk memastikan semua data pemerintah konsisten dan terintegrasi.
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengemukakan, pihaknya menemukan sejumlah inkonsistensi data statistik pada level nasional dan daerah. Si Yogyakarta misalnya, pada periode 2015-2016, jumlah guru yang disampaikan dari data tingkat nasional sekitar 20.800an orang dan dari data tingkat daerah 19.800an.
Inkonsistensi data seperti itu juga ditemukan di daerah atau pun instansi lainnya. Forum Data yang salah satu tujuannya untuk mensinkronkan data antara seluruh pihak terkait juga belum cukup giat dilaksanakan, baik di pusat maupun daerah.
"Hal seperti ini perlu kita kaji ulang. Apakah (inkonsistensi data) karena masalah konsep, definisi, metode, atau karena perbedaan waktu (pengumpulan data), dan sebagainya," ucap Kecuk saat acara Sosialisasi Satu Data Indonesia Menuju Revolusi Industri 4.0 di Jakarta, Senin (26/11/2018).
Acara sosialisasi itu mengundang kepala pusat data dan informasi kementerian/lembaga; kepala dinas komunikasi, informatika; dan statistik provinsi seluruh Indonesia; serta kepala BPS provinsi seluruh Indonesia.
Selain menangani inkonsistensi data, solusi BPS berupa Simdasi juga memastikan standar metode pengumpulan dan penyajian data yang sama antara semua pihak. Penyajian data itu juga harus memenuhi prinsip interoperabilitas, sehingga data statistik antara BPS serta kementerian, lembaga, dinas, atau instansi lainnya dapat diakses lebih mudah oleh pemakai data.
Simdasi merujuk pada Rancangan Peraturan Presiden tentang Satu Data Indonesia. Kebijakan itu merupakan salah satu fondasi dalam menciptakan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau e-government.
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho mengatakan, Raperpres tentang Satu Data Indonesia kini dalam tahap permintaan paraf kepada para menteri sebelum bisa ditandangani oleh presiden, yang harapannya dapat dilaksanakan sesegera mungkin.
"Revolusi industri 4.0 tidak hanya menuntut kecepatan dalam pengambilan keputusan kebijakan, tetapi juga layanan publik yang berkualitas. Untuk itu, diperlukan perencanaan pembangunan yang bagus. Tanpa data, perencanaan itu tidak bisa dilakukan," ujar Yanuar.
Yudho Giri Sucahyo, Associate Professor Faculty of Computer Science Universitas Indonesia, menekakan pentingnya menerapkan prinsip interoperabilitas dalam mengimplementasikan visi Satu Data Indonesia. Prinsip interoperabilitas misalnya berhasil diimplementasikan oleh sejumlah perusahaan pemesanan daring tiket pesawat.
Berkat itu, konsumen dapat memesan tiket dari berbagai maskapai penerbangan cukup dari satu platform. Saat ini, sistem informasi antara BPS serta lembaga kepemerintahan terkoneksi secara parsial dan belum memenuhi prinsip interoperabilitas.
"(Sejak 2017), Kemkominfo gelar program Gerakan Menuju 100 Smart City (yang diharapkan tercapai pada 2019). Smart city tidak bisa dibangun tanpa integrasi data dan interoperabilitas data," ucap Yudho.
Ia mengatakan, sebelum menjadi smart government, pemerintah harus menjadi open government, di mana prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kolaborasi telah diterapkan. "Kalau masing-masing bisa membuka datanya, maka pemerintah bisa menjadi smart government," ujar Yudho.