Terbang Murah Jadi Daya Tarik
JAKARTA, KOMPAS--Industri penerbangan berbiaya rendah atau penerbangan murah di Indonesia akan terus tumbuh. Faktor pendukungnya, antara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang di atas 5 persen secara tahunan.
Dengan perekonomian yang tumbuh, kemampuan masyarakat untuk bepergian menggunakan pesawat terbang juga meningkat. Di sisi lain, maskapai penerbangan menyediakan pilihan bagi masyarakat untuk membeli tiket penerbangan yang sesuai kebutuhan dengan kebutuhan mereka.
Penerbangan murah memberi pilihan bagi masyarakat untuk tidak membayar hal-hal yang tidak diperlukan, misalnya makanan dan minuman serta hiburan di pesawat.
Sebagai contoh, Kompas mencari tiket pesawat pada Senin (26/11/2018) malam di laman penjualan elektronik untuk penerbangan pada 27 Desember 2018. Hasilnya, tiket penerbangan murah atau low cost carrier (LCC) untuk perjalanan selama 3 jam 40 menit dari Bandara Soekarno Hatta (Cengkareng, Banten) ke Bandara Don Mueang (Bangkok, Thailand) seharga Rp 920.000 per orang. Penumpang bisa membawa bagasi seberat maksimal 20 kilogram (kg). Bandara Don Mueang disediakan sebagai bandara untuk penerbangan murah.
Adapun tiket maskapai dengan layanan penuh untuk penerbangan 3 jam 40 menit pada hari yang sama seharga Rp 3,6 juta per orang. Penumpang yang mendarat di Bandara Suvarnabhumi (Bangkok, Thailand) memperoleh fasilitas bagasi maksimal 30 kg serta makanan dan hiburan di pesawat, untuk penerbangan dari Bandara Soekarno Hatta.
"Kapasitas kursi penerbangan murah di dunia sebanyak 1,5 miliar kursi pada 2017. Angka ini tumbuh 11 persen dalam setahun. Pertumbuhan dua angka ini terjadi tiga tahun berturut-turut," kata analis kebijakan dan komunikasi industri penerbangan Kleopas Danang Bintoroyakti.
Daya tarik penerbangan murah juga ditunjukkan melalui pangsa pasarnya yang semakin meningkat. Pangsa pasar penerbangan murah yang pada 2007 sekitar 16,5 persen dari total penerbangan global, meningkat menjadi 28,7 persen pada 2017.
”Indonesia akan menjadi pasar keempat terbesar penerbangan domestik setelah China, Amerika Serikat, dan India,” tambah Danang.
Diperkirakan, pada 2036, sebanyak 360 juta penumpang pesawat terbang domestik ada di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia akan menjadi pasar yang menjanjikan bagi maskapai penyedia penerbangan murah.
”Maskapai dengan penerbangan layanan penuh menjawab potensi ini dengan membentuk anak perusahaan yang menyediakan penerbangan murah,” tambah Danang.
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk membentuk Citilink Indonesia, Qantas Group memiliki Jetstar, dan Singapore Airlines Group membentuk Scoot.
Scoott malahan sudah melayani penerbangan murah jarak jauh, yakni Singapura-Berlin (Jerman), Singapura-Athena (Yunani), dan Singapura-Honolulu (Amerika Serikat). CEO Scoot Lee Lik Hsin mengatakan, untuk keperluan itu,
Scoot berinvestasi pada 17 unit Boeing 787 Dreamliner.
Sebagaimana dikemukakan Presiden Direktur Aviatory Indonesia, Ziva Narendra, potensi penerbangan murah di Indonesia bisa dimanfaatkan maskapai.
"Syaratnya, maskapai fokus pada optimalisasi dengan mengedepankan empat aspek utama penerbangan, yaitu keselamatan, keamanan, pelayanan, dan kepatuhan pada regulasi," katanya.
Bagi konsumen, harga penerbangan murah yang kompetitif merupakan pilihan utama. Apalagi, penerbangan murah kerap kali menyediakan jadwal dan rute penerbangan yang lebih banyak.
Dian Amalia, karyawan perusahaan tambang di Kalimantan Timur, mengaku, kerap menggunakan penerbangan murah karena rute yang sesuai dengan keperluannya. Padahal, perusahaannya menetapkan standar penerbangan layanan penuh bagi setiap karyawan.
”Setiap libur, saya pulang ke Jawa Timur. Rute penerbangan Balikpapan-Surabaya dan sebaliknya hanya dilayani maskapai penerbangan murah,” katanya.
Dengan pola 4 pekan bekerja dan 1 pekan libur, Dian enggan membuang waktu menempuh penerbangan yang mengharuskannya transit di kota lain.
Perencana keuangan Prita Hapsari Ghozie menyebutkan, gaya hidup konsumen yang berorientasi pada keinginan mendapat pengalaman secara instan turut memengaruhi industri penerbangan murah. Apalagi, generasi milenial gemar bepergian dan menyukai kepraktisan.
Terbuka
Seiring liberalisasi dunia penerbangan atau open sky di kawasan ASEAN sejak 2015, Indonesia membuka lima kota untuk diterbangi dari sembilan negara ASEAN. Kelima kota itu adalah Cengkareng, Surabaya, Medan, Bali, dan Makassar.
Dengan demikian, pesawat dari sembilan negara ASEAN lain tidak perlu melalui bandara titik kumpul untuk terbang ke bandara di lima kota itu.
”Selain lima kota itu, tidak ada tambahan lagi, kecuali bandara-bandara di daerah yang mempunyai perjanjian bilateral, misalnya Bandara Hanandjoeddin di Belitung,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Budi Karya mengakui, tidak semua kota di ASEAN diterbangi maskapai Indonesia. Namun, hal itu bukan masalah, karena maskapai Indonesia sibuk melayani penerbangan domestik yang jumlahnya cukup banyak.
Budi Karya mencontohkan, penerbangan dari Manila (Filipina) ke Indonesia lebih banyak dilayani Cebu Pacific Air daripada maskapai Indonesia. Sebab, wisatawan Filipina lebih banyak datang ke Indonesia daripada sebaliknya.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Jose Antonio Morato Tavares mengatakan, Indonesia sudah menandatangani sejumlah perjanjian dan protokol terkait kebijakan open sky ASEAN. Perjanjian dan protokol terbaru ditandatangani di sela-sela pertemuan Menteri Transportasi ASEAN, 5-9 November 2018, di Bangkok, Thailand.
Indonesia sudah meratifikasi antara lain Kesepakatan Multilateral tentang Liberalisasi Penuh Pengangkutan Penumpang Dengan Transportasi udara (MAFLPAS) dan 2 protokolnya.
Kesepakatan dan protokol itu memungkinan maskapai yang disetujui anggota ASEAN untuk bebas beroperasi tanpa batasan apa pun di seluruh wilayah udara ASEAN. (ARN/JUD/RAZ)