JAKARTA, KOMPAS--Kepedulian pengembang untuk menggarap perumahan rakyat yang berkualitas dengan harga terjangkau perlu terus ditingkatkan. Di tengah angka kekurangan rumah yang terus meningkat, kebutuhan rumah masyarakat menengah bawah merupakan potensi pasar yang besar.
Hal itu mengemuka dalam Forum diskusi FIABCI yang diselenggarakan Real Estat Indonesia (REI) dan Harian Kompas di Jakarta, Jumat (30/11/2018). Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan tahunan Federasi Real Estate Dunia (FIABCI) Global Bussines Summit 2018 di Bali, 4-9 Desember 2018.
Diskusi sesi I “Affordable Housing” dihadiri Ketua Umum DPP REI Soelaeman Soemawinata, Sekretaris Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dadang Rukmana, dan Managing Director PT Ciputra Residence Budiarsa Sastrawinata. Adapun sesi II dengan topik “International Tourism Development” dihadiri Wakil Ketua Umum DPP REI bidang Hubungan Luar Negeri Rusmin Lawin, Tenaga Ahli Menteri Pariwisata dan Ketua Pokja Bidang Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Kementerian Pariwisata Hiramsyah S Thaib, dan Presiden Direktur PT Banten West Jawa Tourism Development Poernomo Siswoprasetijo.
Soelaeman mengemukakan, hampir dua pertiga penduduk dunia saat ini sulit mengakses rumah yang layak dan terjangkau. Isu permukiman masih menjadi persoalan di negara-negara sedang berkembang.
“Kami mengajak FIABCI, khususnya di negara-negara berkembang, mendorong pemerintah menciptakan program rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” katanya.
Program sejuta rumah di Indonesia menjadi salah satu contoh sinergi pemerintah dan swasta dalam menyediakan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dari program sejuta rumah, pengembang REI memasok sekitar 380.000 unit. Sebanyak 4.000 pengembang dari 5.200 pengembang anggota REI membangun rumah rakyat.
Dadang mengemukakan, kebutuhan rumah masih sangat tinggi, yang ditandai dengan angka kekurangan rumah sebanyak 14 juta unit. Setiap tahun, kekurangan rumah bertambah.
Budiarsa menambahkan, proyek perumahan tidak harus di tengah kota dan dekat dengan tempat kerja, tetapi mesti dekat dengan transportasi yang memadai. Dengan demikian, harga rumah lebih terjangkau.
Program sejuta rumah berpotensi dikembangkan untuk kebutuhan pariwisata. Kementerian Pariwisata mengajak masyarakat berpenghasilan rendah di lokasi desa wisata untuk memanfaatkan huniannya sebagai rumah inap.
Hiramsyah mengemukakan, rumah inap semakin populer dan menjadi pilihan menginap wisatawan. (LKT)