JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan kawasan berorientasi transit atau transit oriented development (TOD) belum berbasis integrasi antarmoda secara utuh. Padahal, pembangunan kawasan ini tak hanya soal mendekatkan hunian dengan akses moda transportasi.
Kritik itu disampaikan pengamat properti, David Cornelis, dalam paparan di Jakarta, Minggu (2/12/2018). Menurut dia, pengembang terkadang luput dengan esensi pengembangan kawasan TOD.
Menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 44 Tahun 2017, kawasan TOD yang berfungsi sebagai perlintasan bagi moda transportasi mestinya juga didukung dengan berbagai sektor penunjang.
”Tidak hanya mempertemukan rumah susun dengan moda transportasi. Harus ada sektor ritel, komersial, dan berbagai sarana penunjang lain yang mendukung perekonomian di kawasan tersebut,” kata David saat ditemui seusai acara di LRT City Ciracas Urban Signature, Jakarta Timur.
David mencontohkan, proyek LRT City di Ciracas fokus pada pembangunan apartemen dan sarana untuk moda kereta ringan (LRT). Namun, sektor penunjang lain, seperti pusat perbelanjaan dan akses jalan moda transportasi umum bus, belum digarap pengembang.
Direktur Utama PT Adhi Commuter Properti Amrozi Hamidi mengatakan, pembangunan LRT City saat ini difokuskan pada keterhubungan antara apartemen dan akses stasiun LRT. Alasannya, apartemen ditargetkan berfungsi bersamaan dengan dimulainya operasional LRT pada akhir 2019.
Dalam pergub juga disebutkan, kawasan TOD setidaknya dapat menampung dua perlintasan moda transportasi umum. Namun, pembangunan fasilitas moda hanya terfokus pada LRT dan belum ada fasilitas untuk moda lain.
Amrozi mengakui, pengerjaan proyek LRT City di Ciracas belum memenuhi persyaratan kawasan TOD secara utuh. Dalam pergub disebutkan, untuk stasiun angkutan umum semestinya berjarak 350-700 meter.
Dari pembangunan sejumlah kawasan TOD di Jakarta, David mengatakan, LRT City memang tidak memenuhi prinsip yang disyaratkan dalam pergub secara keseluruhan. Namun, setidaknya LRT City masih menjalankan konsep kemudahan akses pejalan kaki dan fungsi keterhubungan antarmoda transportasi.
”Integrasi antarmoda nanti perlu pembicaraan lebih lanjut dengan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Moda bus dan angkot belum direncanakan untuk dapat masuk ke kawasan LRT City sehingga untuk sementara mungkin hanya memanfaatkan halte di depan gerbang LRT City Ciracas,” kata Amrozi.
Tantangan
David mengatakan, proyek pemerintah semacam ini memiliki tantangan dalam menarik minat investor. Ia menilai hal ini cukup sulit dilakukan mengingat investor selalu mencari masa pengembalian keuntungan yang cepat.
”Tinggal bagaimana cara mendekati investor. Biasanya mereka mau pengembalian keuntungan yang lebih cepat. Sementara pengembalian dari proyek pemerintah butuh waktu lebih lama daripada proyek swasta,” kata David.
Berdasarkan pemberitaan Kompas, Sabtu (1/2/2018), Ketua Dewan Pakar Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit pernah mengkaji efektivitas kawasan TOD yang dirancang menyatu dengan hunian dan kawasan ritel. Hal tersebut membuat penghuni kawasan bisa mengurangi pengeluaran untuk transportasi hingga 10 persen.
Direktur Operasi II PT Adhi Karya Persero Pundjung Setya Brata mengatakan, banyak hal yang dapat diefisiensi, terutama dengan kehadiran stasiun LRT di Ciracas.
”Saat LRT sudah beroperasi, perjalanan dari Ciracas menuju Kuningan dapat ditempuh dalam waktu 30 menit,” ujarnya dalam sambutan peresmian pengerjaan kawasan LRT City Ciracas. (ADITYA DIVERANTA)