NUSA DUA, KOMPAS-- Pemerintah optimistis kinerja APBN 2018 lebih baik dari tahun lalu. Tren positif ini mesti dibarengi upaya memperbaiki pasar keuangan yang masih dangkal agar ekonomi Indonesia lebih resisten terhadap gejolak.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi pendapatan negara sampai dengan 30 November 2018 mencapai Rp 1.654,5 triliun atau 87,3 persen dari pagu APBN 2018. Realisasi pendapatan ditopang penerimaan perpajakan yang tumbuh 17,8 persen dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tumbuh 28,4 persen secara tahunan.
Pendapatan tahun ini juga terdongkrak nilai tukar rupiah yang melemah dan kenaikan harga komoditas, terutama minyak dan gas. Hal ini tercermin dalam realisasi PNBP dan pajak penghasilan (PPh) migas yang melampaui 100 persen. Realisasi PNBP Rp 342,5 triliun, sedangkan PPh migas Rp 59,8 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pendapatan negara hingga akhir 2018 diyakini mencapai target Rp 1.894,7 triliun. Realisasi pendapatan yang optimal mendorong defisit APBN semakin mengecil. Defisit APBN tahun ini diproyeksikan 1,86-1,87 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), lebih kecil dari target 2,19 persen PDB.
“Defisit ini yang terendah dalam lima tahun terakhir sejak 2014,” kata Sri Mulyani dalam acara bersama media, Kamis (6/12/2018), di Nusa Dua, Bali.
Kondisi ini diharapkan menjadi sentimen positif agar arus modal kembali masuk ke dalam negeri. Stabilitas ekonomi dan politik mesti dijaga di tengah situasi ketidakpastian global yang masih berlanjut.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menambahkan, kinerja APBN yang semakin baik didorong peningkatan kepatuhan di tingkat daerah. Realisasi belanja bisa tepat waktu dan pembahasan APBD sesuai target. Di sisi lain, belanja kementerian dan lembaga efektif dan efisien kendati tidak ada pemotongan anggaran.
Secara terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menambahkan, perangkap negara pendapatan menengah masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Reformasi kebijakan fiskal harus konsisten agar target pembangunan dan pertumbuhan ekonomi bisa tercapai.
Pasar keuangan
Kinerja APBN yang optimal mesti dijaga agar mampu menjadi jangkar stabilitas perekonomian dalam negeri. Sebab, tekanan eksternal yang bersumber dari ketidakpastian global masih membayangi negara-negara berkembang. Kondisi ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi global semakin terkoreksi.
Pada 2019, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 3,9 persen menjadi 3,5 persen. Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi juga dirilis Dana Moneter Internasional (IMF) dari 3,9 persen menjadi 3,7 persen.
Sri Mulyani mengatakan, kinerja APBN dibarengi upaya memperdalam pasar keuangan agar perekonomian Indonesia lebih resisten terhadap gejolak global. Saat ini sektor keuangan masih dinilai dangkal yang tercermin dari basis investor pasar modal yang baru berjumlah 1,5 juta investor, kendati pertumbuhannya cukup signifikan.
“Untuk Indonesia yang berpenduduk sekitar 260 juta orang dengan investor aktif yang hanya 1,5 juta orang itu terlalu kecil,” kata Sri Mulyani. (KRN)