Bolunesia, Bolu untuk Indonesia
Nama Bolunesia disematkan Ardana Noor Octaviandi (31) pada produk kuenya bukan tanpa alasan. Dia memimpikan, seiring waktu, kue bolu buatannya itu dapat dipasarkan dan diterima di seluruh Indonesia. Tentu saja, kue bolu itu hadir dengan cita rasa yang mewakili keragaman bahan baku dan komoditas unggulan dari setiap wilayah Nusantara.
Walaupun Ardana membutuhkan sekitar seminggu berdiskusi bersama Panji Ahmad Mustakim, mitra usahanya, sebelum akhirnya mereka mantap memilih nama Bolunesia. Nama ini menjadi doa sekaligus visi mereka saat memulai usaha tersebut pada 2016.
Walau mimpi menghadirkan Bolunesia ke seluruh wilayah Indonesia belum terwujud, langkah ke arah itu sudah dimulai. Setidaknya, dalam ajang Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2018 yang diselenggarakan oleh Bank Mandiri, Bolunesia mendapat penghargaan dalam kategori khusus sebagai finalis Terfavorit WMM 2018.
”Penghargaan ini adalah modal awal untuk membesarkan usaha dan juga menjadi semangat untuk memulai kembali setelah usaha saya kena dampak gempa di Palu pada September lalu,” kata Ardana di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (9/11/2018).
Usaha boga Bolunesia, yang dimulai Ardana sejak 2016 di Palu, sesungguhnya sudah mulai besar. Pesanan kue pada hari biasa dapat mencapai 200 buah dan melonjak menjadi 500 buah saat Ramadhan, Idul Fitri, ataupun Natal.
Ini belum termasuk pesanan tambahan untuk berbagai acara pemerintah dan perusahaan.
Usaha boga ini menempati ruko tiga lantai yang menjadi pusat produksi sekaligus kantor. Ada pula cabang di dekat Bandara Mutiara SIS Al Jufri, Palu.
Namun, gempa bermagnitudo 7,4 pada 28 September 2018 menghancurkan pusat produksi Bolunesia.
Meski begitu, Ardana tak putus asa. ”Sembari menunggu situasi Palu pulih dan menemukan tempat baru yang lebih layak, saya akan melanjutkan usaha di Makassar. Kami sedang mencari lokasi untuk rumah produksi dan akan menyewa tempat lain di mal atau di lokasi keramaian lain untuk penjualan. Intinya, kami akan memulai lagi," katanya.
Bahan baku lokal
Dalam produksinya, Bolunesia menggunakan bahan baku utama, seperti jagung, pisang, kopi, ubi ungu, dan beragam bahan alami lainnya. Hal ini berbeda dengan produk sejenis di mana bahan baku utama kerap dibuat dari ekstrak.
Bagaimana proses produksinya? Bahan seperti jagung, ubi, maupun pisang dihaluskan dan dicampur bahan lain, seperti gula, telur, terigu, atau mentega. Dihaluskannya bahan utama membuat cita rasa bahan tidak berubah. Selain rasanya lebih segar, penggunaan gula bisa diminimalkan karena ada manis alami dari bahan-bahan tersebut.
”Hanya, daya simpannya jadi tak lama. Paling lama tiga hari setelah pembuatan. Karena itu, kami membatasi pengiriman ke daerah lain meski ada permintaan. Umumnya, kue kami dibeli orang Palu dan sekitarnya selain juga menjadi oleh-oleh untuk orang yang datang ke Palu,” ujar Ardana.
Khusus untuk bolu yang dijadikan oleh-oleh, kata Ardana, Bolunesia selalu mengingatkan tentang kemampuan daya tahannya.
Pemakaian bahan alami, kata Ardana, dipicu melimpahnya berbagai komoditas itu di Palu dan sekitarnya. Untuk itu pula, Bolunesia bekerja sama dengan ratusan petani, di antaranya di wilayah Kabupaten Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong.
Tidak mudah bagi Ardana untuk menemukan komposisi yang tepat untuk kue bolu produknya itu. Butuh waktu enam bulan untuk uji coba serta melibatkan banyak orang sebelum melepasnya ke pasar.
Butuh waktu enam bulan untuk uji coba.
”Bolak-balik kami mengubah komposisi antara bahan utama, bahan pelengkap, ukuran kue, ataupun lama dikukus atau dipanggangnya. Saat uji coba itu, saya sudah mulai menjual lewat media sosial serta lewat teman-teman istri maupun keluarga,” ujar Ardana.
Ketika itu, bolu dijual seharga Rp 25.000-Rp 30.000 per buah tergantung hasil kue. Terkadang, lebih murah lagi atau gratis jika hasilnya kurang bagus. ”Minimal, ada uang kembali untuk membeli bahan lagi,” kata bapak tiga anak ini.
Sembari menguji coba, mereka juga meminta masukan dan kritik dari pembeli. Bolunesia pun belum digunakan sebagai nama produk. Setelah uji coba enam bulan, Ardana dan Panji akhirnya menemukan komposisi yang tepat. Sejak saat itu, Bolunesia dijual resmi ke pasaran.
Modal awal
Ardana tak pernah berpikir akan menjalani usaha seperti sekarang. Setamat SMA, Ardana juga tak memilih kuliah. Setelah merasa tak pantas lagi menjadi beban keluarga, dia meminta izin untuk merantau ke Palu pada tahun 2010.
Mengapa Palu? Sebab, ayahnya pernah bertugas di sana. Ardana pun menghabiskan masa SMP di kota itu sebelum melanjutkan SMA di Makassar, mengikuti daerah tugas sang ayah.
Menjadi perantau dan tanpa keluarga di Palu, Ardana pernah mencoba berbagai pekerjaan. Dia pernah berdagang, buka kafe, bengkel cuci mobil, hingga menjadi karyawan di bagian penjualan mobil pernah dilaluinya.
Hampir tak ada yang berhasil. Bahkan, dia kerap merugi akibat usaha yang terhenti di tengah jalan.
Suatu ketika, pada 2016, Ardana yang sedang menganggur bertemu Panji Ahmad Mustakim. Panji ketika itu, baru saja berhenti bekerja dari salah satu toko kue di Palu.
Dari perbincangan keduanya, Ardana mengajak untuk membuat usaha kue. Mereka sepakat dan memulai usaha dengan modal Rp 1 juta.
Mereka sepakat dan memulai usaha dengan modal Rp 1 juta.
Dengan modal tersebut, mereka membeli bahan kue. Perlengkapan masih menggunakan alat seadanya di dapur. Modal awal ini terus diputar untuk membeli bahan selama masa uji coba.
Saat resmi berjualan dengan brand Bolunesia, Ardana mengontrak sebuah rumah kecil di dekat bandara dengan harga sewa kurang dari Rp 10 juta per tahun.
Dipilihnya lokasi dekat bandara, dan bukan di dalam bandara agar tak hanya orang yang mau membeli oleh-oleh yang bisa membeli tetapi juga warga sekitar.
Hanya setahun menyewa rumah tersebut, Ardana memutuskan mengontrak sebuah ruko tiga lantai di tengah Kota Palu untuk menjadi tempat produksi. Di ruko itu, pekerjanya bertambah menjadi 12 orang belum termasuk tenaga pemasaran.
Bolunesia terus berjalan dan berkembang. Harga satu buah bolu berkisar Rp 45.000 untuk bolu orisinal, dan Rp 75.000 untuk bolu premium. Dengan produksi berkisar 150-200 buah per hari, omzet Bolunesia mencapai Rp 6 juta-Rp 9 juta per hari.
Ketika Bolunesia makin besar, Ardana telah memikirkan membuka cabang di beberapa tempat. Dia memulainya dengan mendata berbagai komoditas lokal yang menjadi kekayaan daerah.
Menurut rencana awal, Bolunesia akan memiliki keragaman rasa berbasis komoditas lokal. Meski gempa telah membuyarkan rencana itu untuk sementara waktu.
"Tapi, saya tak akan berhenti. Saya hanya memindahkan rumah produksi untuk sementara di Makassar. Pekerja di Palu, yang juga menjadi korban gempa, akan saya boyong ke Makassar," ujar Ardana.
Jika Palu pulih, kata Ardana, Bolunesia akan mencari tempat baru. Meski Makassar akan dijadikan cabang utama jika rumah produksi di Palu sudah kembali berjalan.
Kini, tidak sulit bagi Bolunesia untuk kembali bangkit. Setidaknya, Bolunesia sudah punya modal awal berupa brand dengan resep produksi yang telah dikantongi.
Semangat Ardana pun masih menyala-nyala. Dia masih berharap mewujudkan cita-citanya membawa Bolunesia menjadi "bolu Indonesia".