JAKARTA, KOMPAS - Badan Pusat Statistik atau BPS merilis desa tertinggal di Indonesia yang jumlahnya menurun pada periode 2014 sampai dengan 2018. Sementara, jumlah desa mandiri dan desa berkembang bertambah banyak.
Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa (IPD), BPS mencatat perbaikan status desa di Indonesia dengan membandingkan data desa 2014 dengan data desa 2018. Secara keseluruhan jumlah desa pada 2014 sebanyak 73.670 desa. Jika pada 2014 jumlah desa tertinggal sebanyak 19.750 desa atau sekitar 26,81 persen, pada 2018 jumlahnya berkurang menjadi 13.232 desa atau 17,96 persen.
"Biar apple to apple, maka perbandingan antara pendataan potensi desa 2018 dengan potensi desa 2014 adalah mengembalikan jumlah desa menjadi sama dengan kondisi 2014 yaitu 73.670 desa. Jadi, kita bisa melihat perkembangan bahwa jumlah desa mandiri meningkat, sebaliknya jumlah desa tertinggal turun," kata Kepala BPS Suhariyanto, dalam rilis Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2018, Senin (10/12/2018), di Jakarta.
Dalam rilis Podes tersebut, jumlah desa mandiri bertambah dari 2.894 desa atau 3,93 persen pada 2014 menjadi 5.559 desa atau 7,55 persen. Sementara, desa berkembang atau desa yang dinilai berada di antara desa mandiri dengan desa tertinggal pada 2018 berjumlah 54.879 desa, naik dari 2014 yang berjumlah 51.026 desa.
Dengan demikian, menurut Suhariyanto, target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 untuk mengurangi desa tertinggal sebanyak 5.000 desa telah tercapai. Sebab, desa tertinggal yang \'naik kelas\' menjadi desa berkembang berjumlah 6.158 desa atau di atas target. Demikian pula, target penambahan desa mandiri sebanyak 2.000 desa juga tercapai karena dari hasil pendataan Podes 2018, jumlah desa mandiri bertambah 2.665 desa.
"Ini tentu merupakan hasil kerja keras bersama. Kita harapkan jumlah desa mandiri ke depan akan semakin banyak," ujar Suhariyanto.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan, dana desa yang dikucurkan sejak era pemerintahan Presiden Joko Widodo berperan penting dalam mengangkat ekonomi desa. Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional tanpa dibarengi pengurangan kesenjangan ekonomi, terutama di kawasan perdesaan, akan membuatnya sia-sia.
"Pada 2014, meskipun kita masuk ke G-20, kita masih punya hampir 30.000 desa kategori tertinggal dan sangat tertinggal. Kita juga masih memiliki 37,2 persen anak yang menderita stunting. Kenapa itu terjadi? Karena model bisnis waktu itu dana dari pemerintah pusat ke provinsi lalu ke kabupaten/kota, tetapi tidak semua dana mengucur ke desa," kata Eko.
Meskipun dana desa bukan satu-satunya faktor penggerak ekonomi di desa, namun dengan adanya dana desa, banyak desa menjadi memiliki kesempatan untuk mengelola potensinya. Oleh kepala desa yang kreatif, potensi desa seperti pariwisata dapat mengubah wajah desa. (NAD)