JAKARTA, KOMPAS--Transformasi bisnis mengikuti tren digital semestinya diikuti dengan kesadaran perlindungan data. Investasi keamanan siber penting dilakukan, baik dalam bentuk perangkat maupun berupa edukasi kepada karyawan.
Arsitektur sistem keamanan siber terdiri dari jaringan, aplikasi, dan penyimpanan data. Sebelum digital berkembang, arsitektur perlindungan keamanan siber hanya menyasar jaringan.
Dalam perkembangannya, perusahaan menghasilkan banyak data, baik hasil transaksi bisnis maupun yang bukan dari aplikasi. Penyimpanan data semakin mengadopsi komputasi awan karena lebih efisien dan cepat. Arsitektur sistem keamanan siber pun menyasar tiga bagian sekaligus, yakni jaringan, apliasi, dan penyimpanan data.
"Sejumlah pelaku industri berskala besar sudah sadar harus bertransformasi ke digital. Akan tetapi, arsitektur sistem keamanan siber masih dibangun dengan pendekatan terpisah-pisah. Misalnya, mereka mendahulukan berinvestasi solusi keamanan di bagian jaringan, kemudian baru masuk ke aplikasi dengan memakai perangkat lunak antivirus dari vendor berbeda," ujar Country Manager Palo Alto Networks Indonesia Surung Sinamo dalam pertemuan terbatas dengan media, Senin (10/12/2018), di Jakarta.
Menurut dia, tren serangan kejahatan siber semakin kompleks. Pelaku bisa melancarkan serangan melalui aplikasi yang digunakan konsumen maupun karyawan, misalnya serangan perangkat lunak perusak di surat elektronik pegawai.
Surung menyarankan, arsitektur keamanan siber dibuat secara terintegrasi antarbagian. Dengan demikian, penanganan masalah menjadi lebih mudah dan biaya pengeluarannya lebih kecil.
Senior Vice President Palo Alto Networks Asia Pasifik Simon Green menambahkan, menyeimbangkan kecepatan transformasi dan meminimalkan risiko keamanan menjadi tantangan utama perusahaan. Selain berinvestasi pada perangkat, perusahaan juga mesti melatih karyawan.
Sementara itu, Managing Consultant Synopsys (perusahaan perangkat lunak dan pemrograman asal Amerika Serikat) Olli Jarva menceritakan, sektor industri perawatan kesehatan dan ritel menghasilkan data semakin besar dan bernilai pada 2019. Kondisi ini memikat pelaku kejahatan siber. Ancaman serangan fokus menyerang kedua sektor tersebut.
Vice President R&D Product Management HIMA (penyedia solusi teknologi otomatisasi) Alexander Horch mengemukakan, beberapa tahun terakhir, tren digital global memengaruhi cara kerja produksi pabrik-pabrik manufaktur. Pelaku industri sudah mulai sadar perihal keamanan siber untuk menjaga kelangsungan produktivitas. (MED)