Revolusi industri generasi keempat atau revolusi industri 4.0 yang mengedepankan otomatisasi hulu-hilir telah merambah industri perikanan yang selama ini dikenal padat karya. Era baru industrialisasi tak terelakkan.
Modernisasi teknologi informasi yang memadukan otomatisasi dengan teknologi internet merasuk ke usaha hulu-hilir perikanan. Di sektor perikanan budidaya, lahir usaha-usaha rintisan berbasis inovasi digital. Usaha rintisan ini menawarkan transformasi permodalan, efisiensi sistem produksi, hingga pemasaran melalui aplikasi internet.
Untuk sistem produksi, misalnya, ada pelaku industri digital sebagai penyedia teknologi pemberian pakan otomatis yang aplikasinya terhubung dengan internet. Dengan mengakses aplikasi melalui komputer jinjing, komputer, atau telepon pintar kapan pun dan dimana pun, jadwal pemberian pakan dapat diatur. Dengan cara itu, biaya pakan lebih efisien dan kualitasnya meningkat.
Di sektor permodalan, juga merebak usaha rintisan digital yang menjembatani investor dengan pemilik lahan dan pembeli hasil panen. Rantai pemasaran produk perikanan secara dalam jaringan diyakini membuat harga jual lebih terukur serta memotong jalur panjang perdagangan yang selama ini kerap dikuasai tengkulak.
Sektor logistik juga diwarnai dengan kemunculan usaha-usaha rintisan yang mengintegrasikan pengolahan dan logistik perikanan. Ada pelaku usaha rintisan yang menawarkan penitipan ikan serta pengolahan hasil panen. Pembudidaya ikan dapat langsung menjual hasil panen yang bernilai tambah karena sudah diolah.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, hingga triwulan III-2018, produksi perikanan budidaya 13,16 juta ton. Jumlah produksi ini meningkat 4,36 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Di tengah tren pertumbuhan produksi perikanan tangkap yang mulai stagnan, perikanan budidaya menjadi salah satu andalan pemenuhan pangan.
Laporan Bank Dunia “Fish to 2030-Prospect for Fisheries and Aquacultur” memprediksi, produksi ikan dunia 186.842.000 ton. Jumlah itu bersumber dari perikanan tangkap 93.229.000 ton dan perikanan budidaya 93.612.000 ton. Sementara, konsumsi ikan dunia pada 2030 mencapai 151.771.000 ton, yang terdiri dari ikan hasil tangkapan 58.159.000 ton dan ikan budidaya 93.612.000 ton.
Di tengah era persaingan global, industri berbasis teknologi digital perlu didorong menjadi salah satu instrumen penguat produktivitas dan daya saing. Tantangan yang muncul, sejauh mana pelaku usaha perikanan mampu beradaptasi, memanfaatkan peluang atau justru terlibas perkembangan teknologi.
Di sektor perikanan tangkap, peralihan proses perizinan kapal dari manual ke metode berbasis dalam jaringan (daring) masih belum berjalan mulus. Sebagian pemilik kapal kecil, terutama di desa dan wilayah pelosok, belum memahami metode pendaftaran dan perizinan secara daring. Dengan profil 98 persen kapal Indonesia merupakan kapal ukuran kecil, adaptasi ke digital membutuhkan sosialisasi dan pendampingan.
Inovasi digital mendatangkan tantangan, sejauh mana peran tenaga kerja perikanan di sektor produksi, pengolahan, hingga pemasaran akan bertahan atau malah tergantikan. Namun, modernisasi industri membutuhkan tenaga kerja terampil dan ahli. Lapangan-lapangan kerja baru yang membutuhkan sumber daya manusia terlatih kian terbuka.
Di sisi lain, perkembangan usaha rintisan perikanan berbasis digital perlu beradaptasi dengan membaca kebutuhan pasar. Inovasi digital harus mampu menopang daya saing pelaku usaha perikanan dengan memperkuat interkoneksi bisnis dari hulu hingga hilir antara produsen dengan pelaku pasar, sehingga mendorong distribusi yang lebih merata dan bernilai tambah. (BM Lukita Grahadyarini)