JAKARTA, KOMPAS - Penjualan produk makanan dan minuman olahan menjelang hari raya Natal 2018 dan Tahun Baru 2019 dinilai belum meningkat atau cenderung stagnan. Pelaku usaha tidak menyediakan stok produk makanan dan minuman dalam jumlah besar karena permintaan relatif tidak terlalu besar.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman, di Jakarta, Selasa (11/12/2018). "Permintaan menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru belum bergerak dan masih stagnan. Padahal, saat ini sudah memasuki minggu kedua (Desember)," kata Adhi.
Kondisi penjualan itu, lanjut Adhi, berbeda dengan penjualan produk makanan dan minuman saat hari raya Idul Fitri 2018 lalu. Ketika itu kenaikan penjualan dinilai cukup signifikan. Apalagi, pemerintah memberikan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil. Kenaikan penjualan produk makanan dan minuman bisa mencapai 20 persen.
Menurut Adhi, jika nanti permintaan konsumsi produk makanan dan minuman saat Natal dan Tahun Baru 2019 meningkat, kenaikannya diperkirakan tidak terlalu besar, yaitu sekitar 5 persen dari rata-rata omzet per bulan.
Dalam kondisi normal, rata-rata omzet penjualan makanan dan minuman dari pelaku usaha berskala besar dan menengah per tahun sebesar Rp 1.700 triliun. Dengan demikian, nilai omzet per bulan sekitar Rp 140 triliun. Untuk pelaku usaha kecil, omzet per tahun secara total mencapai sekitar Rp 300 triliun.
Adhi memperkirakan, dana desa yang mencapai Rp 73 triliun pada tahun 2019 dapat mendorong konsumsi produk makanan dan minuman. "Ïtu berarti ada uang beredar di daerah-daerah yang bisa mendorong konsumsi," katanya.
Namun, di sisi lain, para pelaku usaha juga mempertimbangkan penyesuaian harga produk makanan dan minuman olahan pada 2019. Alasannya, selain adanya kenaikan upah minimun rata-rata sebesar 8 persen, biaya distribusi logistik dan biaya bahan bakar minyak juga menjadi pertimbangan. "Ïtu masih terus dikalkulasi," katanya.
Secara terpisah, Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Siti Kuwati mengatakan, Bulog terus melakukan stabilisasi harga dengan menjaga ketersediaan pasokan di pasar. Jauh sebelum akhir tahun 2018, Bulog telah mempersiapkan stok yang cukup banyak dan dapat dimanfaatkan pada kegiatan stabilisasi pangan secara masif bila diperlukan.
Stabilisasi harga dilakukan terintegrasi dari hulu hingga hilir. Adapun stabilisasi di sisi hilir dilakukan melalui saluran penjualan grosir dan eceran untuk memperluas penyebaran komoditas yang dikelola Bulog.
Tahun 2018, lanjut Siti, Bulog mendapat cukup banyak penugasan penyerapan komoditas dalam negeri dan luar negeri yang menjadi faktor pendorong besarnya tingkat stok yang dikelola Bulog. Level stok BULOG saat ini dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan stabilisasi pangan hingga beberapa bulan kedepan. Stok untuk beras lebih dari 2,2 juta ton, gula pasir 450.000 ton, minyak goreng 2,9 juta liter, dan daging 4.000 ton.