JAKARTA, KOMPAS – Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 dan 2019 sebesar 5,2 persen, kendati fundamen ekonomi dinilai cukup kuat. Pertumbuhan yang relatif stagnan ini dipengaruhi kondisi perekonomian global yang belum stabil.
Turbulensi cukup kuat menghantam perekonomian Indonesia selama 10 bulan pertama tahun 2018, pada Januari-Oktober. Arus modal keluar dari investasi portofolio mencapai 1,9 miliar dollar AS, tingkat bunga surat utang pemerintah meningkat hingga 2,3 persen menjadi 8,7 persen, cadangan devisa terkuras 17 miliar dollar AS, dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mencapai 12 persen.
Kepala Ekonom Bank Dunia Indonesia Frederico Gil Sander mengatakan, perekonomian Indonesia mulai membaik pada November seiring penurunan harga minyak global dan arus modal yang kembali masuk. Oleh karena itu, kurs rupiah mengalami sedikit apresiasi dan imbal hasil surat utang lebih rendah. Volatilitas perekonomian global ini mesti diantisipasi dengan meningkatkan daya tahan ekonomi domestik.
Bank Dunia, dalam laporan perkembangan triwulanan perekonomian Indonesia, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2 persen pada 2018 dan 2019. Tekanan gejolak global tahun 2019 diperkirakan tidak sekuat tahun 2018 sehingga permintaan dalam negeri yang lebih tinggi dapat mengimbangi hambatan dari sektor eksternal.
Pada 2019, pertumbuhan konsumsi pemerintah diproyeksikan mencapai 5,3 persen dan konsumsi swasta 5,2 persen. Pertumbuhan konsumsi swasta ditopang belanja sosial dan pasar tenaga kerja yang kuat. Namun, pertumbuhan investasi masih kisaran 7,5 persen karena perusahaan menahan diri untuk investasi akibat adanya pemilihan umum.
“Risiko negatif terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap besar. Ketegangan pasar global, khususnya antara Amerika Serikat dan China, bisa tetap berlanjut jika negosiasi menemui titik buntu,” kata Frederico di Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Sejauh ini Indonesia bisa lolos dari dampak gejolak global dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Bank Dunia menilai Indonesia memiliki fundamen ekonomi yang cukup sehat dan penyangga atau buffer yang memadai. Namun, Indonesia harus mempercepat peningkatan ekspor dan investasi asing langsung untuk meningkatkan ketahanan ekonomi.
Pertumbuhan ekspor yang lambat dan investasi asing langsung yang terbatas menyebabkan Indonesia sangat bergantung pada investasi portofolio. Investasi langsung Indonesia sekitar 1,7 persen produk domestik bruto (PDB), relatif rendah dari negara-negara tetangga. Oleh karena itu, hampir 1 persen PDB mesti ditutup dari investasi portofolio sehingga neraca modal dan finansial bisa surplus.
Ketergantungan pada portofolio memperdalam dampak tekanan global terhadap neraca pembayaran dan pasar keuangan. Mengutip data Bank Indonesia, investasi langsung pada triwulan I-III tahun ini sebesar 9,9 miliar dollar AS.