Kebijakan Moneter Konvensional dan Syariah Diselaraskan
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Otoritas keuangan Indonesia berupaya mengawinkan kebijakan moneter yang bersifat konvensional dengan prinsip syariah demi memperkuat fondasi ekonomi Tanah Air. Meski memiliki prinsip yang berbeda, kedua sistem keuangan ini sama-sama bertujuan mencapai dan menjaga stabilitas ekonomi.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, upaya menyelaraskan kebijakan moneter yang sifatnya konvensional dengan yang bersifat syariah telah dilakukan oleh BI dari waktu ke waktu.
Pengembangan kebijakan moneter syariah, lanjut Dody, dituntut untuk mampu mempertahankan karakteristik khusus yang dimilikinya, yaitu tidak spekulatif dan tidak menggunakan uang sebagai komoditas.
”Dari sisi kebijakan moneter konvensional dan syariah juga harus dapat dielaborasi dengan baik,” ujarnya saat peluncuran buku Kebijakan Moneter Syariah dalam Sistem Keuangan Ganda: Teori dan Praktik, dalam rangkaian acara Festival Ekonomi Syariah Indonesia (ISEF) 2018, di Surabaya, Kamis (13/12/2018).
Dody menjelaskan, selain membahas aspek teori ekonomi moneter, dalam buku tersebut dijabarkan pula kerangka dan implementasi kebijakan moneter syariah di Indonesia, praktik di negara lain. Buku ini memaparkan juga arah pengembangan kebijakan moneter di Indonesia.
Ekonomi syariah, lanjut Dody, menjadi fondasi kuat yang menjaga Indonesia dari segala tantangan global. Hal ini membuat percepatan pengembangan ekonomi syariah menjadi hilirisasi dari berbagai kebijakan moneter dan kebijakan fiskal pemerintah.
Peneliti ekonomi syariah dari University Malaysia, Irwandi Jaswir, menyatakan, setiap bulannya potensi perputaran uang pada industri global mencapai 3 triliun dollar AS. Sayangnya, negara dengan penduduk mayoritas Muslim belum mendominasi pangsa pasar dari industri halal global.
”Negara yang memanfaatkan industri halal ini lebih banyak negara non-Muslim. Korea bahkan setiap hari mendistribusikan ribuan produk kosmetik halal ke Asia Tenggara, yang terbesar tentu pasar Indonesia,” ujarnya.
Walaupun kebijakan ekonomi di Indonesia masih didominasi prinsip syariah, Irwandi menilai pemerintah beserta seluruh pemangku kebijakan ekonomi perlu merumuskan aturan untuk memperkuat rantai nilai dari ekosistem halal di dalam negeri.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, pihaknya fokus dalam percepatan pengembangan ekonomi syariah Indonesia.
Salah satunya dengan membuat peta jalan ekonomi syariah Indonesia sebagai panduan dalam menggarap industri-industri terkait. ”Roadmap ini untuk mendukung pengembangan rantai nilai halal di Indonesia, masih dalam pembahasan, semoga tahun depan bisa selesai,” ujar Amalia.
Bappenas fokus pada dua hal untuk pengembangan rantai nilai halal yang menjadi salah satu fokus ekonomi syariah, yakni implementasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Garansi Produk-produk Halal dan Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal.