TANGERANG, KOMPAS — Pembangunan di kota-kota satelit Jakarta mengakibatkan pergeseran sistem ekonomi masyarakat. Lahan-lahan yang sebelumnya digunakan untuk kebun dan sawah kini berubah menjadi hunian. Kondisi itu pun mendorong bentuk-bentuk penyesuaian, salah satunya dengan memanfaatkan lahan kosong di area pemakaman untuk berkebun.
Hal itu seperti dilakukan warga di Desa Lengkong Kulon, Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Banten. Warga memanfaatkan lahan kosong di area pemakaman untuk berkebun. Mereka menanam berbagai macam sayuran bersama-sama untuk menambah penghasilan demi kemandirian ekonomi.
Pada tahun 2017, RW 003 Desa Lengkong Kulon menjadi salah satu desa binaan program pemberdayaan masyarakat PT Astra International melalui program Kampung Berseri Astra. Astra juga menggandeng LabSosio Pusat Kajian Sosiologi Universitas Indonesia untuk pendampingan tersebut.
Warga pun mulai membentuk kelompok untuk menggerakkan potensi-potensi desa yang belum tergarap, termasuk memanfaatkan lahan makam untuk berkebun. Lahan seluas sekitar 300 meter persegi di areal pemakaman warga ditanami jagung, kacang panjang, kangkung, okra, dan berbagai jenis sayuran lain.
Kader Pilar Lingkungan Kampung Berseri Astra, Jamil, mengatakan, area makam digunakan untuk memaksimalkan lahan kosong. ”Kami sudah izin ke tokoh-tokoh masyarakat. Karena untuk kegiatan masyarakat yang positif, kami diizinkan,” ujar Jamil ketika ditemui pada Sabtu (15/12/2018).
Ia mengatakan, dusun tempat tinggalnya dijuluki sebagai ”Kampung Sawah” karena hingga sekitar 10 tahun lalu, sebelum banyak pembangunan perumahan di Tangerang, Lengkong Kulon dikelilingi sawah. Sawah itu dimiliki oleh warga. Namun, sebagian warga juga bekerja sebagai buruh tani.
Memasuki tahun 2010, areal sawah itu mulai dijual karena proyek pembangunan oleh beberapa pengembang. Areal sawah itu kini berubah menjadi perumahan mewah. Warga yang berprofesi sebagai petani pun semakin berkurang. Sebagian petani beralih profesi dengan membuka warung kecil-kecilan.
Setelah mendapatkan pendampingan, warga sepakat untuk menghidupkan lagi semangat bertani. Mereka membuat pupuk organik secara swadaya. ”Kotoran ternak didapat dari warga. Ada juga pupuk cair yang kami buat dari berbagai macam limbah rumah tangga, kotoran dan urine ternak, serta gedebok pisang,” tutur Jamil.
Kelompok Kampung Berseri Astra (KBA) Lengkong Kulon kini bisa memberikan pekerjaan bagi warganya sebagai pengurus kebun meski hal itu belum bisa menjadi penghasilan utama.
Jamil mengatakan, upah mengurus kebun bersama itu Rp 300.000 per bulan. Kader-kader KBA juga bergantian mengurus kebun.
Duta KBA Lengkong Kulon, Yuli Sulastri, menyebutkan, hasil kebun itu dikelola oleh pilar kewirausahaan untuk diolah dan dijual. Distribusi sayuran pun masih dalam lingkup desa sendiri. Namun, jika ada pameran, mereka juga membawa hasil kebun untuk dijual.
Selain itu, beberapa produk olahan seperti es dan jamu juga dihasilkan. Kebun tersebut pun memberikan aktivitas ekonomi bagi para ibu rumah tangga di desa.
Tantangan
Head of Corporate Communications PT Astra International Tbk Boy Kelana Soebroto mengatakan, tantangan pemberdayaan masyarakat saat ini adalah membuat sebuah kelompok masyarakat mandiri. Dibutuhkan kerja sama banyak pihak untuk mempercepat kemandirian desa yang didampingi.
Boy menuturkan, setidaknya lima unsur masyarakat harus kuat untuk mendukung suatu masyarakat mandiri, yakni masyarakat itu sendiri, pemerintah, media, swasta, dan universitas.
Masyarakat harus konsisten menjalani program pendampingan. Pemerintah desa juga membantu untuk memandirikan masyarakat dengan melihat potensi dan peluang di lingkungannya.
”Media berperan untuk promosi potensi-potensi desa. Akademisi berperan memberikan pelatihan dan pemahaman terkait ilmu-ilmu yang belum dikuasai masyarakat untuk meningkatkan potensi desa,” ujar Boy. (SUCIPTO)