JAKARTA, KOMPAS — Realisasi penyaluran kredit usaha rakyat telah melampaui capaian tahun lalu. Kapasitas pengusaha mikro, kecil, dan menengah diharapkan tumbuh sehingga bisa bersaing di pasar global.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian, realisasi penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) sampai Oktober 2018 mencapai Rp 113,59 triliun, 69,2 persen atau Rp 78,71 triliun di antaranya disalurkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero) atau BRI. Realisasi itu lebih tinggi dibandingkan dengan total penyaluran KUR tahun lalu yang tercatat Rp 96,71 triliun.
Direktur Utama BRI Suprajarto, di sela-sela perayaan ulang tahun BRI di Jakarta, Minggu (16/12/2018), mengatakan, pertumbuhan KUR tahun lalu 11 persen dan tahun ini sudah mencapai 13 persen. Jumlah kredit yang disalurkan serta jumlah debitor yang dilayani terus meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan laporan finansial BRI per September 2018, besaran kredit usaha terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah pemberian mikro KUR hingga September 2018 sebesar Rp 71,4 triliun, bahkan sudah jauh melampaui jumlah total pemberian mikro KUR 2017 sebesar Rp 59,3 triliun.
Jumlah debitor KUR mikro BRI bertambah signifikan tiga tahun terakhir. Pada tahun 2015, jumlahnya 7,8 juta orang, lalu bertambah menjadi 8,9 juta orang tahun 2016, dan 9,4 juta orang tahun 2018. Hingga September 2018, jumlahnya telah mencapai 9,9 juta orang.
Evi Nurahmawati (28), pelaku usaha mikro penyandang disabilitas, mengatakan, KUR sangat diperlukan untuk mengembangkan usaha. Dia menggunakannya untuk membeli peralatan penunjang, seperti komputer jinjing dan mesin jahit, sehingga memungkinkannya memproduksi barang dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
Evi menambahkan, selama ini, dirinya kesulitan untuk memperoleh penghasilan. Pada 2015 dirinya mengikuti pelatihan dari BRI terkait dengan pembuatan kerajinan tangan. Sejak saat itu pelan-pelan Evi menjajal peruntungan untuk menjual karya-karyanya. Warga Bekasi itu menjual produknya mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 250.000.
”Jualnya hanya di sekitar Jakarta dan dalam jumlah yang kecil. Sebab, saya belum punya peralatan yang memadai untuk masuk ke pasar yang lebih besar,” kata Evi.
Pada Minggu pagi, Evi berkesempatan mendapat dana bantuan dari BRI senilai Rp 25 juta. Dengan uang itu, ia berencana membeli peralatan penunjang usaha, seperti komputer jinjing dan mesin jahit. Hal itu memungkinkan Evi memproduksi barang dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat.
Evi mengatakan, selama ini dirinya masih menggunakan peralatan jahit manual dan ponsel untuk mendesain pola kerajinan tangan.
Tantangan perbankan
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan, jasa kredit usaha perbankan saat ini memiliki banyak penantang. Sebab, jika berbicara kemudahan akses, kredit usaha perbankan dapat dikalahkan oleh pendanaan teknologi finansial berbasis peer to peer lending.
Menurut dia, sektor perbankan mesti semakin kreatif dalam menangkap dinamika perubahan zaman. Selain sebagai lembaga penyalur dana, perbankan juga dapat memperdalam fungsinya untuk melihat mitra usaha yang berpotensi lebih berkembang.
”Itu seolah-olah menjadi beban bagi perbankan. Tetapi, kalau usaha yang dipantau ini dapat terus berkembang, itu juga akan menjadi investasi yang baik bagi perbankan,” kata Enny.
Pendalaman fungsi itu bisa dilakukan perbankan dengan tidak hanya melihat kesanggupan usaha membayar cicilan dan mengatasi kredit macet. Menurut Enny, penyaluran kredit juga mesti mempertimbangkan sisi produktivitas, kinerja, atau bahkan dari peningkatan intensivitas omzetnya. (E18/E19)