Disrupsi Teknologi Takkan Hilangkan Lapangan Pekerjaan
Oleh
Maria Clara Wresti
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Direktur Jenderal Pembinaan, Pelatihan, dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan Bambang Satrio Lelono mengatakan, disrupsi teknologi di era revolusi industri 4.0 akan membuat beberapa jabatan dalam pekerjaan akan hilang. Namun masyarakat tidak perlu khawatir karena akan banyak pekerjaan yang tumbuh.
"Revolusi industri 4.0 tidak akan mengurangi jumlah lapangan pekerjaan. Hal yang paling penting adalah bagaimana masyarakat dapat bertransformasi terhadap perubahan tersebut," kata Bambang dalam paparannya saat HR Summit 2018 di Jakarta, Selasa (18/12/2018).
HR Summit membahas Focusing On Corporate Culture & Soft Competence For Sustainable Growth Through Vocation & Industry 4.0 -Menuju Industri Berdikari dan Sejehtera digagas Industry & Business Intitute of Management (IBIMA) dengan menghadirkan sejumlah pembicara antara lain Staf Ahli Menristekdikti Prof. Paulina Pannen, Presiden IOI-CEO IBIMA I Made Dana Tangkas serta akademisi dan praktisi industri.
Bambang mencontohkan, banyak pekerjaan yang dulu ada seperti pengantar surat kini perlahan menghilang dan tergantikan dengan teknologi seperti surel atau teknologi informasi lainnya. Namun kini pekerjaan pengantar tersebut berubah menjadi pengantar barang.
Bambang juga mengatakan, disrupsi teknologi merupakan hal yang akan terjadi secara alamiah. "Itu suatu hal yang alamiah. Sekitar 10 tahun yang lalu kita tidak berpikiran ada ritel secara daring, toko daring, Go-jek dan lainnya. Ternyata itu ada, dan jabatan 10 tahun mendatang kita belum tahu, mungkin belum ada," papar Bambang.
Dia mengatakan tidak khawatir akan terjadi pengurangan jumlah lapangan kerja akibat disrupsi ini. "Yang penting, kita siapkan saja ketrampilan yang mau kita latih. Saya sendiri tidak akan khawatir akan terjadi disrupsi terus menerus," katanya.
Sementara Paulina Pannen mengatakan kekhawatiran akan adanya pekerjaan yang hilang akibat digantikan tenaga robot tidak akan terjadi. Yang pasti, semua pihak harus menjadi pemimpin digital dan revolusi industri 4.0. "Ini adalah momentum dan kesempatan kita untuk meraih peluang," kata Paulina.
Kemenristekdikti, kata Paulina, mendefinisikan Revolusi Industri 4.0 itu adalah revolusi budaya, revolusi dimana manusia dalam berbagai aspek kehidupan, bukan sekedar revolusi teknologi. Karena apa, karena revolusi tersebut membawa norma baru dalam.keseharian manusia. Ia mencontohkan, ada satu keluarga yang makan bersama tetapi mereka asyik dengan gadget masing-masing, dan itu adalah budaya baru.
Oleh karena itu, Paulina mengingatkan, insan manusia Indonesia harus segera beradaptasi dan berubah. "Revolusi itu ditentukan oleh manusia bukan oleh teknologi. Manusia adalah master of technology," katanya.
Sementara Made Tangkas mengatakan, HR Summit menjadi kesempatan luas untuk mengkaji dan menyiapkan strategi membangun industri melalui pengembangan vokasi yang tepat dan juga strategi implementasi Industry 4.0. "Forum HR Summit bisa menjadi tempat untuk berbagi, belajar dan membahas
isu-isu strategis tentang budaya perusahaan dan soft competence," kata dia.
HR Summit juga memberikan kesempatan kepada pelaku usaha yang telah berhasil mengelola budaya perusahaan & soft human capital untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, memberikan kesempatan kepada pelaku usaha (business executives) khususnya eksekutif-eksekutif HR untuk menimba pengalaman dari CEO dan Founder yang telah berhasil.