Perkembangan dan keterlibatan teknologi digital bisa mendisrupsi industri tertentu. Namun, teknologi digital juga memudahkan industri lain. Di sektor keuangan, misalnya, menjawab sebagian persoalan untuk mendorong akses layanan keuangan yang seluas-luasnya.
Keuangan didorong makin inklusif. Artinya, kesempatan bagi satu orang dan orang lain untuk menjangkau layanan sektor keuangan, sama besarnya. Jika kesenjangan atas akses terhadap sektor keuangan semakin rendah, maka setiap orang berpeluang memanfaatkan akses itu untuk kebutuhan hidupnya.
Indonesia, yang kondisi gerografisnya berpulau-pulau, memanfaatkan teknologi seluler agar semakin banyak masyarakat terjangkau layanan keuangan. Apalagi, langkah bank membangun kantor hingga ke pelosok daerah tak lagi menjawab tuntutan untuk menjangkau masyarakat sebanyak-banyaknya. Bank Indonesia mendorong agen bank, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan mendorong layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif atau laku pandai.
Layanan itu bertujuan sama, agar masyarakat semakin mudah mengakses layanan perbankan. Agen, sebagai kepanjangan tangan bank, melayani masyarakat dengan bantuan jaringan seluler.
Bank Dunia pada April 2018 merilis Global Financial Index atau Indeks Keuangan Global. Indeks ini menunjukkan penggunaan layanan keuangan oleh masyarakat di 144 negara. Secara umum, sekitar 69 persen orang dewasa di dunia, atau sekitar 3,8 miliar orang, memiliki akun bank atau layanan keuangan dari penyedia jaringan seluler. Persentase ini meningkat dari 51 persen pada 2011 dan 62 persen pada 2014.
Laporan Bank Dunia juga menyebutkan, pertumbuhan yang signifikan itu antara lain akibat penggunaan telepon seluler dan internet dalam transaksi keuangan. Peran teknologi digital, dalam hal ini penggunaan telepon seluler, besar dalam membantu masyarakat mengakses layanan keuangan.
Di Indonesia, peran teknologi digital kian besar. Semula, masyarakat bisa mengakses layanan keuangan perbankan menggunakan ponsel melalui agen bank atau agen laku pandai. Kini, layanan yang bisa diakses lewat ponsel, khususnya ponsel pintar, kian banyak. Hal ini seiring dengan peningkatan teknologi finansial, antara lain berupa pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi informasi.
Layanan pinjam-meminjam ini melibatkan masyarakat sebagai pemberi pinjaman maupun sebagai peminjam. Platform digital membuat proses menempatkan dana dan meminjam dana semakin cepat dan mudah. Masyarakat yang semula tidak mengenal pinjaman dari perbankan atau tidak meminjam karena ketiadaan jaminan, kini bisa mengakses layanan pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi informasi ini. Besaran pinjamannya bervariasi, dengan jangka waktu yang juga beragam.
Seperti halnya pinjaman dari bank, ada suku bunga yang mesti ditanggung peminjam. Adapun bagi pemberi pinjaman, ada imbal hasil berupa suku bunga atas dana yang dipinjamkan melalui platform itu. Suku bunga pinjaman ini merupakan kewajiban yang dibayarkan bersama pengembalian pinjaman.
Sejauh ini, pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi informasi diminati masyarakat. Berdasarkan data OJK, jumlah pinjaman yang pada Desember 2017 sebesar Rp 2,562 triliun, meningkat menjadi Rp 15,99 triliun pada Oktober 2018.
Dari sisi jumlah akun, ada 182.895 entitas pemberi pinjaman per Oktober 2018, meningkat dari Desember 2017 yang sebanyak 100.940 entitas. Adapun rekening peminjam yang pada Desember 2017 sebanyak 259.635 entitas, meningkat menjadi 2.805.026 entitas pada Oktober 2018.
Daya tarik layanan tekfin ini mesti diimbangi dengan pengetahuan bagi penggunanya. Regulator dan pelaku tekfin mesti rajin-rajin menyosialisasikan layanan ini bagi masyarakat, antara lain perihal kegiatan, konsekuensi, serta hak dan kewajiban masyarakat sebagai pengguna. Di sisi lain, kemajuan yang pesat mesti mengimbangi dengan aturan yang memadai untuk mengantisipasi penyalahgunaan atau tindak kecurangan.
Jangan sampai upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan keuangan terhambat karena persoalan yang mestinya bisa diantisipasi sebelumnya. Jangan sampai layu sebelum berkembang. (Dewi Indriastuti)