JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana menambah skema pembiayaan perumahan tidak hanya untuk masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga aparatur sipil negara, TNI-Polri, serta kelompok milenial. Skema tersebut akan menjadi perluasan dari skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan yang telah berjalan.
Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, saat ini pemerintah tengah menyiapkan skema khusus bagi aparatur sipil negara (ASN), TNI-Polri, dan kaum milenial. Skema bagi kaum milenial akan lebih terbuka atau fleksibel dibandingkan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
”Saat ini untuk masyarakat berpenghasilan rendah ada batasan. Biasanya milenial (penghasilannya) sudah di atas masyarakat berpenghasilan rendah. Semoga ini bisa menggairahkan sektor properti juga,” ujar Basuki dalam acara penandatanganan perjanjian kerja sama operasional (PKO) antara Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) dan 25 bank pelaksana penyalur FLPP 2019, Jumat (21/12/2018).
Basuki mengatakan, beberapa hal yang diperhitungkan dalam membuat skema pembiayaan perumahan yang baru tersebut adalah mengenai batasan gaji, luasan rumah yang bisa dibeli, serta bunga kredit. Ketiga hal tersebut kemungkinan akan dibuat lebih longgar.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan yang juga Pelaksana Tugas Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid menyebutkan, skema baru bagi ASN, TNI-Polri, dan kalangan milenial tersebut masih terus dibahas bersama dengan Kantor Wakil Presiden.
Selain itu, pihaknya juga akan membentuk kelompok kerja bersama akademisi dan asosiasi pengembang agar kebijakan baru tersebut dapat langsung diterapkan.
Menurut Khalawi, skema tersebut tidak sama dengan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Skema pembiayaan tersebut diperluas karena akan menjangkau banyak kelompok, yakni ASN dan TNI-Polri yang setidaknya masih ada 1,5 juta orang yang belum memiliki rumah.
Selain itu, kelompok milenial juga akan dibedakan menjadi beberapa kelompok, misalnya kalangan milenial yang hidup di perkotaan dengan yang bukan perkotaan dan berdasarkan penghasilannya.
”Kalau menurut saya, kelompok milenial yang belum berkeluarga itu cukup di rumah sewa atau rusunawa atau apartemen karena lebih terjangkau. Sambil kemudian mengumpulkan dana untuk membeli rumah,” ujar Khalawi.
Untuk skema baru tersebut, Khalawi berharap pembahasan bisa segera rampung dan diputuskan.
Secara terpisah, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata menyambut baik rencana pemerintah untuk membuat skema pembiayaan yang baru. Hal itu menandakan pemerintah hendak menjangkau masyarakat lebih luas dalam penyediaan perumahan.
Terkait dengan generasi atau kelompok milenial, menurut Soelaeman, pemerintah perlu melihat terlebih dahulu kebiasaan mereka. Dari pengamatannya, kelompok tersebut cenderung menunda keinginan untuk segera memiliki rumah.
Oleh karena itu, upaya untuk merumahkan mereka perlu disesuaikan dengan kebiasaan mereka, misalnya mengaitkan kepemilikan rumah dengan kemungkinan menyewakannya melalui aplikasi ketika tidak dihuni.
Bank pelaksana FLPP
Dalam kesempatan itu, 25 bank menandatangani PKO dengan PPDPP untuk penyaluran kredit pemilikan rumah sejahtera atau KPR bersubsidi. Bank-bank tersebut sebelumnya telah menjadi bank pelaksana untuk penyaluran FLPP tahun 2018. Ke-25 bank tersebut terdiri dari 4 bank umum nasional, 2 bank umum syariah, 13 bank pembangunan daerah (BPD), dan 6 BPD syariah.
Direktur Utama PPDPP Budi Hartono menuturkan, hingga saat ini, dari target penyaluran FLPP untuk sebanyak 58.000 unit rumah baru tercapai 85 persen. Namun, pihaknya masih mengejar target tersebut sampai akhir tahun. ”Kami optimistis. Jadi sekarang pun bank-bank sudah mengajukan pencairan, tinggal kita proses bayar saja,” ucapnya.
Untuk tahun anggaran 2019, alokasi anggaran FLPP sebesar Rp 5,2 triliun ditambah proyeksi pengembalian pokok sebesar Rp 1,9 triliun. Dengan total dana Rp 7,1 triliun, ditargetkan rumah yang dibiayai sebanyak 68.858 unit.
Selain itu, pemerintah menganggarkan fasilitas subsidi selisih bunga sebesar Rp 2 triliun untuk 100.000 unit rumah dan bantuan uang muka (BUM) sebesar Rp 2,3 triliun untuk 220.000 unit.
Menurut Budi, PPDPP memberikan kesempatan kepada bank-bank di luar 25 bank tersebut untuk bergabung menjadi bank pelaksana penyalur FLPP. Namun, untuk itu, PPDPP akan melakukan penilaian terlebih dahulu guna memastikan bank tersebut memenuhi syarat.
Selain itu, PPDPP juga melakukan penyesuaian kuota terhadap 25 bank pelaksana FLPP 2019. Kuota dari bank dengan penyaluran FLPP 2018 masih rendah akan dialihkan ke bank pelaksana yang mengajukan penambahan kuota FLPP 2019.
”Hal ini dilakukan agar bank hati-hati dalam merencanakan kuota ke depan dengan memperhatikan kapasitas internal, potensi permintaan dan penawaran rumah yang ada,” kata Budi.
Harga rumah subsidi 2019
Menurut Khalawi, pihaknya akan mengajukan harga baru rumah bersubsidi untuk 5 tahun ke depan atau mulai 2019. Dari perhitungan sementara, kenaikan harga rumah per tahun antara 3 persen dan 7,5 persen. Kenaikan itu juga berbeda antara satu daerah dan daerah lain. Jika ketetapan harga rumah subsidi 2019 belum diterbitkan, untuk sementara pembelian harga rumah menggunakan daftar harga tahun 2018.
”Tidak tergantung banyaknya bank pelaksana, tetapi bagaimana kinerja banknya. Itu evaluasi dari kami,” ujar Khalawi.