JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) berencana mengintegrasikan sistem pengelolaan minyak sawit menjadi produk bahan bakar minyak ramah lingkungan pada program revitalisasi kilang. Dari uji yang sudah dilakukan, campuran minyak sawit mentah (CPO) dapat menghasilkan gasolin beroktan 92 atau setara pertamax. CPO juga bisa diolah untuk menghasilkan elpiji.
Uji pengolahan CPO menjadi gasolin dan elpiji yang lebih ramah lingkungan itu sudah diterapkan pada kilang Plaju, Sumatera Selatan, pada awal Desember.
Nantinya, selain di kilang Plaju, pengembangan CPO menjadi produk gasolin beroktan tinggi juga dapat dilakukan di kilang Cilacap, Jawa Tengah, dan kilang Balongan, Jawa Barat. Potensinya masing-masing mencapai 62.000 barel per hari dan 83.000 barel per hari.
Pengolahan CPO dilakukan di fasilitas residue fluid catalytic cracking unit (RFCCU) berkapasitas 20.000 barel per hari. Jenis CPO yang digunakan adalah yang telah diolah dan dibersihkan getah serta baunya atau dikenal dengan nama refined bleached deodorized palm oil (RBDPO).
RBDPO kemudian dicampur dengan sumber bahan bakar fosil di kilang dan diolah dengan proses kimia sehingga menghasilkan bahan bakar bensin ramah lingkungan.
Menurut Direktur Pengolahan Pertamina Budi Santoso Syarif, uji pengolahan CPO menjadi produk BBM beroktan tinggi sudah selesai dilakukan. Program ini mungkin saja diintegrasikan dengan pengembangan kilang dan pembangunan kilang baru Pertamina.
Pengembangan kilang dilakukan di kilang Balikpapan (Kalimantan Timur), Cilacap (Jawa Tengah), Balongan (Jawa Barat), dan di Dumai (Riau). Adapun kilang baru yang akan dibangun ada di Bontang (Kalimantan Timur) dan di Tuban (Jawa Timur).
”Proyek ini belum terintegrasi dengan program pengembangan kilang dan rencana pembangunan kilang yang baru. Namun, bisa dinegosiasikan agar bisa terkait program pengembangan kilang dan pembangunan kilang baru,” ujar Budi.
CPO jadi BBM
Guru Besar Institut Teknologi Bandung Subagjo, yang terlibat dalam penelitian pengembangan CPO menjadi produk bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan, mengatakan, CPO memiliki kandungan hidrokarbon yang berpotensi besar dikembangkan menjadi BBM. Penelitian ini sebenarnya dimulai sejak 1982. Penelitian sempat terhenti lantaran tidak ada industri yang mau diajak bermitra dalam pengembangannya.
”CPO murni bisa dikembangkan menjadi gasolin dan elpiji. Namun, pengujiannya masih skala laboratorium,” ucap Subagjo.
Budi menambahkan, proyek pengolahan CPO menghasilkan gasolin beroktan tinggi dapat mengurangi impor BBM oleh Pertamina. Pihaknya menghitung, dalam setahun, devisa yang dihemat bisa mencapai 160 juta dollar AS. Setiap hari, Pertamina masih mengimpor produk BBM sekitar 400.000 barel.
”Terus terang, kami masih pada tahap pemanfaatan teknologi pengolahan CPO menjadi BBM jenis gasolin. Kami belum sampai pada kajian harga komersialnya. Yang penting, kuasai teknologinya terlebih dahulu,” tutur Budi.
Produksi minyak mentah di Indonesia yang jauh di bawah kebutuhan konsumsi BBM nasional menyebabkan defisit neraca perdagangan. Dengan kebutuhan BBM nasional per hari sebanyak 1,5 juta barel sampai dengan 1,6 juta barel, produksi minyak di dalam negeri yang kurang dari 800.000 barel per hari tak mencukupi. Sisanya harus dipenuhi lewat impor.