Pertumbuhan Industri Telekomunikasi Diprediksi 7-8 Persen Tahun Ini
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
PULAU MOROTAI, KOMPAS - Pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika, masih berkisar tujuh sampai delapan persen pada akhir 2018. Persentase pertumbuhan yang sama diperkirakan terjadi pada tahun 2019.
"Masih bagus. Pertumbuhan ekonomi Indonesia saja sekarang hanya berkisar lima persen," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara di sela-sela kunjungan kerja di Pulau Morotai, Rabu (2/1/2019) malam.
Menurut dia, jika pertumbuhan industri telekomunikasi ditambah media, maka total pertumbuhan industri teknologi informasi komunikasi Indonesia mencapai sembilan persen.
Industri telekomunikasi kini tengah mengalami tantangan beratnya kebutuhan belanja modal yang tinggi, seperti untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan adopsi teknologi baru. Sementara tidak semua operator di Indonesia mampu memenuhinya.
Rudiantara mengatakan, salah satu solusi untuk menyikapi kondisi itu adalah konsolidasi antar operator. Selain mempermudah pengadaan anggaran belanja modal lebih besar, konsolidasi juga bertujuan menghasilkan efisiensi industri.
Pemerintah melalui Kemkominfo tengah menyiapkan peraturan setingkat menteri untuk melegalkan aktivitas konsolidasi beserta hak dan kewajiban operator. Rencananya, peraturan menteri yang dimaksud akan keluar triwulan pertama tahun 2019.
"Konsolidasi kan aktivitas bisnis, jadi cukup memakai peraturan menteri. Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Telekomunikasi. Pada saat bersamaan, kami juga terus mengupayakan legalisasi kegiatan pemakaian infrastruktur bersama secara aktif atau network sharing melalui revisi PP Nomor 52 dan 53 Tahun 2000, " kata dia. Langkah merevisi PP Nomor 52 dan 53 Tahun 2000 telah dilakukan sejak tahun 2016, tetapi banyak polemik selama pembahasan draft terjadi sehingga tak kunjung selesai.
"Dua atau tiga tahun lagi, layanan telekomunikasi berbasis teknologi akses 5G untuk industri manufaktur Indonesia akan mulai dipakai. Kalau 5G untuk segmen konsumen ritel, kami memperkirakan Indonesia baru siap lima tahun lagi karena toh konsumen tidak terlalu membutuhkan layanan seluler berkecepatan tinggi sekali. Saat ini pula banyak bermunculan bisnis aplikasi mobile yang berjalan di atas jaringan telekomunikasi, " tambah Rudiantara menjelaskan tren yang dihadapi operator telekomunikasi seluler.
Sebelumnya, pada 24 Oktober 2018, Moody\'s mengeluarkan laporan riset perkembangan industri telekomunikasi di 11 negara kawasan Asia Pasifik. Salah satu negara adalah Indonesia. Menurut Moody\'s, industri telekomunikasi di kawasan itu akan menghadapi persaingan lebih sengit dan peningkatan komodifikasi pada 2019. Akibatnya, di keseluruhan 11 negara diperkirakan mengalami pelambatan pertumbuhan pendapatan. Secara khusus untuk negara sedang berkembang, pertumbuhan pendapatan diprediksi jatuh ke kisaran 3 sampai 3,5 persen pada 2019.
Moody\'s juga mengatakan, industri telekomunikasi di 11 negara tersebut akan menghadapi situasi kebutuhan belanja modal yang tinggi sehingga mempengaruhi cash flow. Sebagai konsekuensi, operator harus menciptakan sumber pendapatan di luar bisnis tradisional mereka atau menjalin kerja sama lintas sektor industri.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah mengemukakan, secara industri, sepanjang 2018, operator di Indonesia berada dalam tekanan. Bentuk tekanan berupa perang tarif layanan dan registrasi wajib nomor prabayar dengan validasi data tunggal kependudukan.
"Di banyak negara, registrasi wajib nomor prabayar dengan validasi data tunggal kependudukan akan berdampak negatif ke bisnis operator pada jangka pendek. Sementara pada jangka panjang, efek registrasi wajib akan positif ke bisnis, seperti loyalitas pelanggan terjaga, " kata dia.