Pemasaran Garam Kusmba Terkendala Belum Berlabel SNI
Oleh
·2 menit baca
KLUNGKUNG, KOMPAS-Pemasaran produksi garam Kusamba, Kabupaten Klungkung, Bali, masih sulit memasuki pasaran luas. Hal ini karena produk garam yang sudah beralih dari garam tradisional ke garam yang mengandung yodium ini belum berlabel standar nasional Indonesia (SNI).
Petani garam Kusamba yang tergabung dalam Koperasi Lembaga Ekonomi Produktif Pesisir Mina Segara Dana menunggu hasil tes dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Denpasar. Jika tes BPOM lolos, label SNI dapat segera diurus, sehingga bisa segera bersaing dengan produksi garam yodium lainnya di pasaran yang lebih luas.
“Produksi garam Kusamba sudah beryodium sekitar setahun belakangan ini. Mesin pun terus berproduksi. Sekarang karena belum berlabel SNI, ya, pemasarannya masih sekitar pasar tradisional saja atau jika ada yang membutuhkan,” kata Ketua Koperasi Lembaga Ekonomi Produktif Pesisir Mina Segara Dana I Gusti Nyoman Sidi Ari Putra, di Klungkung, Kamis (24/1/2019).
Gusti optimistis, jika persyaratan lengkap dan SNI didapatkan, harga jualnya juga dapat dinaikkan. Meski kualitas garam Kusamba tergolong bagus, harganya masih rendah, sekitar Rp 3.000 per 250 gram bukan yodium, serta berkisar Rp 6.000 per 250 gram garam beryodium.
Garam Kusamba merupakan salah satu potensi yang dimiliki Kabupaten Klungkung. Hanya saja, pengembangannya masih lambat.
Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta sejak 2017 berupaya mendorong agar garam produksi petani itu bisa mendapatkan label SNI. Ia berharap hal itu dapat membangkitkan optimisme petani garam Kusamba.
“Semoga hasilnya selesai secepatnya dan dapat segera mengurus label SNI,” kata Suwirta.
Pengujian kandungan yodium pada garam Kusamba dilakukan oleh Dinas Kesehatan Klungkung. Sedangkan untuk izin produksi, izin edar, dan kandungan lainnya nanti ditentukan BPOM dengan mengeluarkan rekomendasi untuk mendapatkan label SNI.