JAKARTA, KOMPAS – Untuk mempercepat perundingan dagang, Indonesia dan Turki kembali bertemu dalam putaran ketiga Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Turki (IT CEPA), di Jakarta, 24-25 Januari 2019.
Direktur Perundingan Bilateral sekaligus pemimpin delegasi Indonesia dalam IT CEPA, Ni Made Ayu Marthini mengatakan, berbagai isu terkait perdagangan barang seperti akses pasar, draf teks bea cukai dan fasilitas perdagangan (CTF), trade remedies (TR), hambatan teknis perdagangan (TBT), sanitasi dan fitosanitasi (SPS), serta isu legal perjanjian menjadi pokok pembahasan.
“Perundingan kali ini merupakan kelanjutan perundingan putaran yang dilaksanakan sebelumnya di Ankara, Turki pada 28-30 Mei 2018. Hal ini merupakan salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam meningkatkan kerja sama ekonomi dengan berbagai negara mitra dagang untuk memacu kinerja ekspor Indonesia,” kata Marthini dalam rilis yang diterima Kompas, Sabtu (26/1/2019).
Pada perundingan di Turki itu, kedua pihak berhasil menyelesaikan kerangka acuan sebagai pedoman dalam melakukan perundingan ke depannya.
Perundingan IT CEPA ini diharapkan bisa menjadi jalan untuk memenuhi target nilai perdagangan yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo saat kunjungan ke Turki bulan Juli 2017, yaitu 10 miliar dollar AS pada tahun 2023.
Berdasarkan data Neraca Perdagangan Indonesia dengan Turki di laman resmi Kementerian Perdagangan, nilai ekspor Indonesia ke Turki sepanjang 2017, sebesar 1,16 miliar dollar AS. Kemudian pada Januari hingga November 2018 nilai ekspor Indonesia ke Turki sebesar 1,10 miliar dollar AS.
Sementara untuk nilai impor dari Turki, sebesar 534 dollar AS di 2017 dan sebesar 518 juta dollar AS sepanjang Januari hingga November 2018.
Produk ekspor utama Indonesia ke Turki antara lain karet alam, benang, serat stapel tiruan, benang filamen sintetis, dan minyak kelapa sawit. Sementara komoditas yang diimpor dari Turki antara lain besi baja, tembakau, borat, uap atau boiler penghasil uap lainnya, dan kapas.
“Meskipun data total perdagangan Indonesia-Turki menunjukkan peningkatan yang konsisten selama tiga tahun terakhir, kami yakin hasil tersebut masih belum merefleksikan potensi yang dimiliki sesungguhnya,” kata Marthini.
Menurut Made Ayu, perundingan IT CEPA ini dilakukan secara inkremental dengan tahap awal di bidang perdagangan barang. Kemudian, akan dilanjutkan pada bidang perdagangan jasa, investasi, dan bidang lainnya.
Perundingan ini diharapkan dapat mengeliminasi hambatan perdagangan kedua negara, baik hambatan tarif maupun nontarif. Selain itu, dapat meningkatkan nilai ekspor dan daya saing produk Indonesia di Turki.
“Tahun ini kami berencana untuk mengintensifkan perundingan IT CEPA dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional. Sehingga nantinya manfaat dari perundingan dapat dinikmati oleh masyarakat, kalangan usaha, eksportir maupun importir serta dapat membantu peningkatan kinerja ekspor nasional dan memperbaiki neraca perdagangan Indonesia,” tambah Marthini.
Salah satu isu yang tak kalah penting dalam perundingan IT CEPA adalah trade remedies yang selama ini sering digunakan oleh Turki.
Trade remedies adalah tindakan pengamanan perdagangan yang dilakukan oleh pemerintah negara tujuan ekspor jika negara tersebut merasa ada lonjakan impor barang sejenis atau barang impor merupakan barang saingan hasil industri dalam negerinya.
Sebaik apapun kualitas produk Indonesia, tetap akan mengalami kesulitan bersaing di pasar Turki apabila masih harus menghadapi tarif tinggi dan kebijakan antidumping atau safeguard Turki. Oleh karena itu, perundingan ini penting untuk segera diselesaikan.
Untuk diketahui, pada perundingan IT CEPA yang kedua, Indonesia dan Turki memfinalisasi kerangka acuan (TOR) perundingan, modalitas akses pasar, dan pembahasan teks perjanjian. Modalitas perundingan akses pasar tersebut merefleksikan komitmen, cakupan isu runding, dan tingkat liberalisasi yang akan disepakati.
Sementara itu, pada perundingan yang pertama Indonesia dan Turki membahas isu terkait aspek kepentingan akses pasar barang serta pengaturan atau ketentuan perdagangan barang. Hal itu terdiri dari peraturan asal barang, fasilitas perdagangan dan bea cukai, perbaikan perdagangan, hambatan teknis perdagangan, sanitasi dan fitosanitasi, serta masalah hukum. (KRISTI DWI UTAMI)