Ekonomi dan keuangan syariah berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di Kalimantan Selatan. Pengembangannya tidak hanya terbatas pada pengembangan keuangan syariah melalui lembaga keuangan, tetapi juga mencakup pengembangan aktivitas ekonomi kerakyatan melalui pesantren.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Ekonomi dan keuangan syariah berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di Kalimantan Selatan. Pengembangannya tidak hanya terbatas pada pengembangan keuangan syariah melalui lembaga keuangan, tetapi juga mencakup pengembangan aktivitas ekonomi kerakyatan melalui pesantren.
Di Kalimantan Selatan, ada sekitar 270 pesantren yang tersebar di 13 kabupaten/kota, mulai dari kota hingga desa. Jumlah pesantren di Kalsel menjadi yang terbanyak di Pulau Kalimantan. Itu sesuai dengan jumlah penduduk Muslim di Kalsel yang mencapai 3,5 juta jiwa atau 96,7 persen dari total penduduk.
”Pesantren sebagai basis pengembangan kader dakwah juga mempunyai peran strategis untuk turut menjadi penggerak utama perekonomian syariah dan rantai nilai halal,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalsel Herawanto dalam seminar Bank Indonesia dengan tema ”Pengembangan Ekonomi Pesantren sebagai Penggerak Utama Rantai Nilai Halal” di Banjarmasin, Sabtu (2/2/2019).
Ekonomi berbasis syariah, menurut Herawanto, dapat menjadi sumber baru penggerak pertumbuhan ekonomi Kalsel yang saat ini lebih banyak ditopang sektor berbasis komoditas alam dengan nilai tambah yang masih rendah.
”Konsep ekonomi syariah bagi masyarakat Banjar (etnis terbesar di Kalsel) tentu bukanlah hal asing lagi karena nilai-nilai ajaran Islam sudah menjadi landasan budaya dan identitas orang Banjar,” ujarnya.
Herawanto mengatakan, pasar untuk produk syariah di Kalsel juga masih terbuka lebar. Ke depan, Kalsel memiliki peluang untuk tidak sekadar menjadi sasaran pasar, tetapi juga pelaku ekonomi syariah yang dapat menyasar konsumen lokal ataupun nasional, bahkan global.
”Untuk mendorong pengembangan ekonomi syariah, kami secara khusus telah melakukan dan terlibat dalam program pengembangan kemandirian ekonomi pesantren, antara lain di Pesantren Darussalam, Kabupaten Banjar, dan Pesantren Darul Hijrah, Kota Banjarbaru,” katanya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan, kinerja ekonomi dan keuangan syariah dunia terus menunjukkan pertumbuhan sekaligus memperlihatkan potensi yang besar sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Nilai konsumsi masyarakat Muslim dunia di berbagai sektor pada 2017 sebesar 2,1 triliun dollar AS. Khusus untuk sektor keuangan syariah, tercatat memiliki total aset 2,4 triliun dollar AS. Pada 2023, diperkirakan volume industri halal dan keuangan syariah global tumbuh mencapai 6,8 triliun dollar AS.
”Dengan perkembangan tersebut, Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi Muslim terbesar di dunia tidak boleh sampai ketinggalan. Indonesia diharapkan dapat menjadi pemain utama dalam industri produk halal ataupun keuangan syariah global,” kata Dody.
Pemberdayaan
Menurut Dody, pemberdayaan ekonomi syariah selalu menitikberatkan pada pengembangan sektor usaha syariah yang didukung pengembangan berbagai tingkatan usaha syariah, meliputi pesantren, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), serta korporasi untuk mewujudkan suatu ekosistem rantai nilai halal yang berkelanjutan.
Implementasinya selama ini melalui pengembangan dan pemberdayaan unit usaha pesantren untuk setiap jenis kegiatan usaha yang potensial.
Pada 2018, di Indonesia total yang terlibat dalam program pengembangan dan pemberdayaan berjumlah 134 pesantren. Jumlahnya meningkat cukup signifikan dari tahun 2017 ketika program tersebut diinisiasi untuk 62 pesantren.
Beberapa model bisnis yang telah berhasil diaplikasikan di pesantren antara lain usaha pengolahan sampah, pengolahan kelapa, dan pengolahan air minum. Selain itu, sektor usaha lain yang turut dikembangkan adalah perikanan, peternakan, biogas, pertanian, dan jasa.
”Target kami, pesantren dapat memiliki peran kunci sebagai penggerak utama perwujudan ekosistem rantai nilai halal yang mapan. Kami juga mendorong pesantren bersinergi dengan UMKM dan korporasi untuk memperkuat perannya dalam pengembangan ekosistem tersebut,” kata Dody.
Antung Tamin Rahman, Kepala Humas Pondok Pesantren Darul Hijrah Putra di Cindai Alus, Martapura, Kabupaten Banjar, menyampaikan, mereka sudah mulai mengembangkan berbagai usaha di pesantren sejak beberapa tahun lalu. Usaha yang dikembangkan adalah penggilingan padi, tambak ikan, ternak sapi, serta pembuatan roti dan teh.
”Dengan berbagai usaha itu, kami bisa mandiri. Hasilnya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan para guru dan santri di pondok, tetapi juga dijual kepada masyarakat luar,” katanya.
Menurut Antung, pesantren harus membuka diri dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan usaha. Hal itu mengingat pesantren adalah salah satu penggerak ekonomi syariah. ”Dengan mengembangkan usaha, pesantren juga akan cepat berkembang,” ujarnya.