KPPU Minta Perusahaan Sawit Penuhi Kewajiban Bermitra
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Komisi Pengawas Persaingan Usaha meminta perusahaan perkebunan sawit memenuhi kewajiban bermitra dengan petani rakyat. Kewajiban bermitra sebagai tanggung jawab sosial perusahaan membantu petani di sekitarnya meningkatkan produktivitas. Perusahaan diminta tidak membuat mitra fiktif hanya untuk memenuhi syarat saja.
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Guntur Syahputra Saragih, menyampaikan hal tersebut dalam diskusi bertajuk “Pengawasan Kemitraan Sektor Perkebunan Sawit”, di Hotel and Convention Santika Premiere Dyandra, Medan, Sumatera Utara, Rabu (6/3/2019).
Diskusi yang dimoderatori Kepala Kantor Perwakilan Daerah KPPU Medan Ramli Simanjuntak itu dihadiri Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut Timbas Prasad Ginting, Kepala Seksi Penetapan Hak Tanah dan Pemberdayaan Hak Tanah Masyarakat Badan Pertanahan Nasional Wilayah Sumut Obed Milton Simamora, praktisi hukum Rahmat Sorialam Harahap, dan para pengusaha sawit.
Guntur menyampaikan, kewajiban perusahaan sawit bermitra dengan masyarakat diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah. Perkebunan sawit yang mendapat hak guna usaha (HGU) dari negara wajib bermitra dengan petani rakyat seluas 20 persen dari HGU-nya.
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan UU No 20 Tahun 2008, KPPU pun ditunjuk menjadi pengawas kemitraan. PP tersebut pun mengatur sanksi yang cukup berat mulai dari teguran hingga rekomendasi pencabutan izin usaha perkebunan.
Guntur mengatakan, substansi dari kewajiban kemitraan adalah untuk membina petani rakyat agar bisa berkebun dengan cara yang lebih baik sehingga produktivitas meningkat mendekati produktivitas perusahaan.
Petani dibina mulai dari pemilihan bibit unggul, pengaturan jarak tanam, budi daya sawit, panen, hingga melakukan peremajaan sawit rakyat. Perusahaan juga membeli tandan buah segar dari petani.
“Hal tersebut sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan karena telah mendapat HGU dari negara. Perusahaan tidak bisa hanya mengejar keuntungan untuk perusahaan, tetapi harus membantu petani disekitarnya untuk maju bersama,” kata Guntur.
Menurut Guntur, hingga saat ini KPPU belum ada melakukan penindakan terhadap pelanggaran terkait kewajiban kemitraan perkebunan. Mereka masih berfokus melakukan sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan. Namun, ke depan, pengawasan akan mereka perketat dan akan melakukan penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran.
Menurut Guntur, banyak modus –modus yang selama ini dilakukan perusahaan untuk menghindari kewajiban bermitra. Ada perusahaan yang secara administratif mempunyai mitra petani. Namun, lahan yang mereka daftarkan itu sebenarnya dikuasai oleh perusahaan. Ada yang didaftarkan kepemilikannya atas nama karyawan atau orang lain, tetapi sebenarnya dikuasai perusahaan.
“Inti pengawasan kami adalah memastikan perusahaan tidak memiliki atau menguasai lahan kemitraan. Jika ada yang memiliki atau menguasai lahan kemitraan, akan kami tindak,” katanya.
Timbas mengatakan, kewajiban kemitraan adalah salah satu hal yang sulit diterapkan perusahaan karena terbatasnya lahan di sekitar kebun, terbatasnya jumlah petani sawit, dan rencana tata ruang wilayah yang tidak sesuai. “Dari 250 perusahaan yang ada di Sumut, tidak sampai 20 persen yang memenuhi kewajiban bermitra dengan petani,” katanya.
Timbas mengatakan, banyak perusahaan sawit yang sudah didirikan sebelum UU No 20 Tahun 2008 disahkan. Di Sumut sendiri, kata Timbas, ada perkebunan sawit yang sudah berdiri sejak tahun 1911. Timbas mencontohkan perkebunan sawit di sekitar Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, dan Serdang Bedagai yang saat ini sekelilingnya merupakan permukiman padat.
“Perusahaan perkebunan akhirnya kesulitan mendapat mitra karena areal di sekitarnya sudah merupakan permukiman. Tidak mungkin bermitra dengan minimarket,” kata Timbas.
Di daerah lainnya, perusahaan sulit mendapat mitra karena berbatasan dengan kawasan hutan. Saat petani mitra didaftarkan, ternyata lahan mereka ada di kawasan hutan. Banyak pula perkebunan yang berbatasan dengan daerah yang dalam rencana tata ruang wilayah sudah ditetapkan untuk peruntukan lain selain perkebunan.
Staf Bidang Legal PT Tolan Tiga Indonesia, Muhammad Faisal, mengatakan, perusahaannya saat ini kesulitan mendapatkan perpanjangan HGU karena belum memenuhi kewajiban bermitra dengan petani. Mereka kesulitan mendapat mitra karena minimnya petani dan kebun sawit di sekitar wilayah mereka.
Obed mengatakan, dalam mengeluarkan perpanjangan HGU, Badan Pertanahan Nasional memberikan banyak kemudahan untuk perusahaan untuk memenuhi syarat kewajiban bermitra. Mereka misalnya memberi kesempatan kepada perusahaan untuk memenuhi kewajiban bermitra secara bertahap dengan tenggat waktu yang cukup panjang.
Obed mengatakan, kewajiban bermitra itu jangan menjadi hal yang menakutkan bagi perusahaan. “Banyak juga perusahaan yang akhirnya bisa memenuhi kewajiban bermitra. Yang penting ada niat dari perusahaan,” katanya.