JAKARTA, KOMPAS - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menargetkan indeks inklusi keuangan tahun ini bisa mencapai 75 persen, meningkat dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 67,8 persen. Target ini akan dicapai salah satunya dengan mengandalkan layanan teknologi finansial atau tekfin, yang memiliki kemampuan melakukan penetrasi keuangan di daerah-daerah yang sulit dijangkau kantor-kantor penyedia jasa keuangan.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, hanya dalam dua tahun, jumlah nasabah tekfin mencapai 5,7 juta nasabah. Sebagian nasabah tersebut berada di daerah yang terpencil.
"Dengan teknologi, potensinya luar biasa karena bisa menjangkau daerah-daerah terpencil dengan internet. Lewat platform online, aksesnya jadi lebih mudah baik peminjaman maupun tabungan bagi sektor-sektor informal, seperti tukang jamu gendong, tukang bakso, nasi goreng dan sebagainya.," kata Wimboh dalam forum diskusi "Meningkatkan Financial Inclusion Melalui Financial Technologi" oleh Ikatan Alumni University of Illinois at Urbana-Champaign di Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Pembiayaan yang disalurkan tekfin telah mencapai Rp 25,92 triliun. Tekfin dinilai lebih longgar dan luwes dalam menyalurkan pembiayaan.
Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede mengatakan pembiayaan tekfin tahun ini ditargetkan mencapai Rp 40 triliun.
"Tahun ini kami menekankan pada kolaborasi dengan bank yang wajib menyalurkan 20 persen kredit untuk sektor UMKM,” kata Tumbur Pardede.
Kolaborasi antara perbankan dan tekfin diyakini dapat mempercepat inklusi dan memperluas akses keuangan masyarakat.