Harga Vanili Kering di Alor Tembus Rp 6 juta Per Kilogram
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Harga komoditas vanili kering di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur tembus Rp 6 juta per kilogram, dan basah Rp 875.000 per kg. Sebelumnya vanili kering dihargai Rp 600.000 per kg. Kini, Pemkab Alor kembangkan vanili di empat kecamatan di Alor guna menunjang ekonomi petani di daerah itu. Pemkab Alor juga mengirim petani studi banding di luar NTT.
Bupati Alor Amon Djobo di Kupang, Senin (18/3/2019) mengatakan, pada 2003 petani mengembangkan vanili di areal perkebunan, pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (mdpl). Saat itu harga vanili kering Rp 15.000 – Rp 20.000 per kg. Tahun 2016 – 2017 harga vanili kering mulai naik sampai Rp 600.000 per kg.
Harga terus melonjak. Pada Juli 2018 sampai awal Maret 2019 harga bahkan tembus Rp 6 juta per kg. Saat ini satu petani atau satu kepala keluarga memegang uang hasil penjualan vanili sampai Rp 300 juta, untuk satu kali musim panen vanili. "Uang Rp 300 juta itu, hanya diperoleh dari 50 kg vanili kering. Kalau mereka memiliki 100 - 200 kg vanili kering, berapa uang yang mereka pegang,” kata Djobo.
Uang Rp 300 juta itu, hanya diperoleh dari 50 kg vanili kering. Kalau mereka memiliki 100 - 200 kg vanili kering, berapa uang yang mereka pegang
Sementara itu vanili basah dihargai Rp 850.000 per kg. Kebanyakan petani Alor menjual vanili kering. Satu kilogram vanili kering diperoleh dari 4-5 kg vanili basah.
Tahun 2018 sebanyak 80 kg vanili kering dibawa pengusaha Madagaskar ke negaranya. Jumlah ini masih jauh dari target yang mereka beli, yakni 500 kg. Pengusaha memenuhi target itu dengan membeli vanili kering di beberapa kabupaten di Flores dan Kabupaten Lembata.
Ia mengatakan, saat ini petani sangat antusias menanam vanili. Dalam kepemimpinannya 5 tahun ke depan, petani di tiga kecamatan, yakni Alor Selatan, Alor Tengah Utara, Alor Timur Laut, dan sebagian desa di Kecamatan Alor Timur terus didorong menanam vanili sebanyak mungkin. Keempat kecamatan itu berada di ketinggian 700- 800 mdpl. Suhu udara di daerah itu cocok dikembangkan vanili.
Jenis vanili yang paling diminati di pasaran, yakni vanili allgrade, di pasaran lebih dikenal dengan grade A. Banyak masyarakat belum paham jenis-jenis vanili karena itu mereka akan dikirim mengikuti pelatihan di Jember di Jawa Timur dan Bogor di Jawa Barat khusus tentang vanili.
Petani dari Madagaskar
Selain itu, pengusaha dari Madagaskar pun berencana mendatangkan tenaga teknis bidang budidaya vanili. Mereka melakukan pelatihan dan bimbingan langsung ke petani, bagaimana menghasilkan vanili yang berkualitas.
Djobo mengaku, sangat paham dengan kondisi petani di Alor. Selama masa kepemimpinan 5 tahun silam, ia selalu mengunjungi kampung-kampung dan berdialog dengan mereka.
Sangat variasi tanaman perkebunan di sana. Selain vanili, ada cengkeh, coklat, kopi, kelapa, kemiri, kenari, pisang, mangga, nangka, dan sekarang mulai dibudidayakan rambutan dan durian. Komoditi perkebunan favorit kedua, setelah vanili, yakni cengkeh dengan harga Rp 180.000 – Rp 200.000 per kg. "Karena vanili lebih menguntungkan, sekarang mereka fokus ke vanili,”kata Djobo.
Ketua DPRD Alor Marthen Alopada mengatakan, petani biasanya budidaya satu jenis tanaman, saat harga komoditi pertanian itu dihargai tinggi di pasaran. Saat harga turun, mereka tinggalkan bahkan tanaman itu diganti dengan jenis tanaman lain.
Saat ini, vanili sedang memanjakan petani. Suatu saat harga vanili anjlok, petani tinggalkan tanaman itu, tidak mau merawat atau menanam lagi. Petani fokus ke jenis tanaman lain, yang sedang dicari di pasaran. Perilaku petani seperti ini harus dirobah. Semua jenis tanaman tetap mendapat perhatian sama, sepanjang musim.
Simeon Tapara (54) petani dari desa Padang Alang Kecamatan Alor Selatan mengatakan, sangat menyesal tidak menanam vanili lagi sejak 2010. Ia mengaku, terlambat menanam vanili sekarang. “Vanili mulai berbuah pada usia 1-3 tahun. Kalau saya tanam sekarang, kapan bisa panen. Saat vanili berbuah, harga anjlok lagi maka petani pasti rugi,”kata Tapara.