KUPANG, KOMPAS - Sudah saatnya Provinsi Nusa Tenggara Timur fokus pada sistem ekonomi digital, dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Penggunaan dan penguasaan ekonomi digital secara nasional sudah marak di Indonesia Barat dan Makassar. NTT memiliki sumber daya di berbagai bidang, yang bisa dipasarkan melalui industri digital.
Jangan sampai ada daerah yang sudah jauh menguasai teknologi berbasis digital, sementara daerah lain termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT) belum memulai sama sekali. Ekonomi digital tidak hanya dijalankan kelompok milenial tetapi para pengusaha, pelaku usaha kecil dan menengah, dan koperasi.
Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), Sri Adingsih dan rombongan saat bertemu Wakil Gubernur NTT Yoseph Nae Soi di Kupang, Rabu (20/3/2019) mengatakan, belajar dari pengalaman di beberapa daerah lain di Jawa dan Makassar, ekonomi digital jauh lebih cepat mendatangkan keuntungan dari sisi bisnis dibanding dilakukan secara manual atau sistem tatap muka atau “face to face” seperti dulu.
“NTT punya potensi besar, dan tampaknya mulai berkembang menuju ekosistem ekonomi baru berbasis digital. Ekosistem usaha rintisan atau startup juga sudah berjalan jadi perlu digarap lebih fokus lagi. Tidak ada alasan untuk tidak memulai karena saat ini sudah memasuki revolusi industri 4.0,”kata Adiningsih.
Berbasis digital
Ia mengatakan, semboyan “NTT bangkit menuju sejahtera” dibawa kepemimpinan Viktor Laiskodat-Yoseph Nae Soi, tidak bisa lepas dari sistem ekonomi digital. Politeknik Negeri Kupang sudah mulai menggarap hal ini. Pemprov perlu kerjasama dengan Politeknik Negeri Kupang mengembangkan sistem ekonomi berbasis digital. Sejumlah masyarakat NTT sudah mulai terbiasa dengan ekonomi digital.
Ketika pemerintah membuka aplikasi star-up nasional, ternyata sudah ada beberapa produk ekononomi dari NTT di dalamnya. Kaum milenial dari NTT sudah menggarap dan memanfaatkan peluang ini.
Ia mengatakan, Grab sudah beroperasi di NTT, sebentar lagi, Go-Jek hadir di NTT. Saat ini, ketika membuka aplikasi “tokopedia” akan ditemukan ratusan bahkan ribuan akun dari Kupang. Sekitar 20 akomodasi yang tersimpan di “Booking.Com”, 133 rumah AirBnB. Ratusan hotel dari NTT sudah terdaftar di Traveloka. Di instagram, terpantau ada 18 jasa titipan produk dari Kupang.
Perkembangan ekonomi digital di NTT masih jauh tertinggal dibanding daerah-daerah lain di Indonesia Barat dan Makassar. Kesulitan yang ditemukan adalah minimnya infrastruktur jaringan internet, daya dukung listrik, dan sumber daya manusia yang masih terbatas.
Soal listrik, dosen ekonomi UGM ini mengatakan, dengan semboyan membangun dari pinggiran, pemerintah menargetkan ratio elektrifikasi tahun 2019 mencapai 99,9 persen. Pemasangan palapa ring sudah mencapai 90 persen, Juni 2019 mencapai 100 persen bagi wilayah Timur Indonesia.
Pemerintah telah meluncurkan program jaringan internet masuk desa. Melalui sistem informasi Desa dan Kawasan (Sideka), sudah ada 6.028 desa sudah terkoneksi dengan internet, dan terus diperluas sampai sebanyak mungkin.
Ada pula program pelatihan gratis untuk peningkatakan sumber daya manusia dari berbagai kementerian dan lembaga. Tahun 2020 ditargetkan akan lahir 1.000 “technopreneur” baru.
Sementara itu Alamanda Santika salah satu pendiri aplikasi Go-Jek saat membagi pengalamannya mengatakan, sumber daya NTT sudah memadai. Putra-putri NTT secara keseluruhan memiliki kemampuan nalar yang baik.
Tahun 2018, “Binar Academy”, lembaga yang didirikannya untuk melatih anak-anak muda membuat aplikasi bernilai ekonomis, mengadakan pelatihan di Kupang, kerjasama dengan Telkomsel. Sebanyak 180 peserta mendaftar untuk tes, ada 60 orang lulus. Pelatihan berlangsung satu bulan.
“Pelatihan yang kami lakukan 2 tahun silam itu, merupakan jumlah kelulusan tertinggi untuk Indonesia. Sebelumnya, tingkat kelulusan hanya mencapai 4-6 persen,”kata Alamanda.
Ia mengaku bangga, di Kupang bisa mencapai 33 persen. Malahan ada 20 dari 60 peserta mendapatkan nilai 100 untuk “logic test”. Tantangan yang dialami dalam pelatihan, soal perangkat. Ada 12 dari 16 anak, tidak punya perangkat atau laptop sendiri, saat mengikuti pelatihan. Juga tidak ada fasilitas untuk pembelajaran program di luar universitas.
Kupang juga tidak punya tenaga ahli atau mentor yang dapat membagikan pengalaman tentang “programming” sehingga harus didatangkan dari Yogyakarta. Layanan internet di Kupang juga masih sangat minim dan sulit diakses.
Saat sekarang, jika ingin membangun ekonomi masyarakat secara memadai, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka secara cepat, harus menggenjot sistem aplikasi digital di bidang ekonomi. NTT tidak bisa mengandalkan sistem lama.
Wakil Gubernur Yoseph Nae Soi mengatakan, dalam semangat NTT bangkit menuju sejahtera, Pemprov terus berupaya meningkatkan ratio elektrifikasi dan memperluas jaringan internet. Pemprov terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk memperluas jaringan internet di NTT.
“Bulan depan, Pak Menteri Komunikasi dan Informasi akan menambahkan 439 Base Transceiver Station, bagi NTT. Pemprov juga sedang mengupayakan sertifikasi indikasi geografis untuk kain tenun NTT, demi meningkatkan nilai ekonomi masyarakat,”kata Nae Soi.
Dalam kunjungan kerja selama tiga hari di Kota Kupang, tim Watimpres juga melakukan mendatangi Politeknik Negeri Kupang, Balai Latihan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Koperasi dan UKM, dan SMKN 6 Kupang. Kunjungan ini juga untuk mendorong peningkatakan teknologi digital.