BANYUWANGI, KOMPAS – Untuk pertama kalinya Banyuwangi mengekspor 2,8 ton beras organik produksi para petani yang tergabung dalam Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya Sirtanio. Ekspor ke Italia ini merupakan permintaan dalam jumlah terkecil yang mampu dipenuhi oleh para petani di Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya Sirtanio.
Ekspor perdana ini akan berlanjut dengan ekspor secara rutin ke Italia setiap bulannya. Sebelum melakukan ekspor produk beras organik ini secara rutin telah merambah pasar Australia.
“Kami menyasar pasar Italia karena itu permintaan yang paling kecil. Kami belum bisa ekspor dalam jumlah besar. Sebenarnya ada permintaan dari Amerika dan China dalam jumlah yang lebih besar, tetapi kami tidak mampu. China misalnya, ia meminta 80 ton per bulan, tentu kami belum bisa melayani jumlah tersebut,” ujar Ketua Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Sirtanio Samanhudi.
Kendati demikian Samanhudi cukup puas. Usaha yang ia rintis sejak 1999 kini mulai membuahkan hasil. Ia puas karena kembali menunjukkan kejayaan pertanian Indonesia di dunia internasional.
Samanhudi mengatakan, pihaknya bermitra dengan beberapa kelompok tani dan 120 petani perorangan untuk menggarap 70 hektar lahan pertanian organik bersertifikat. Dari total 70 ha tersebut, 14 ha diantaranya sudah mengantongi sertifikat nasional.
Produktifitas lahan pertanian organik yang dikelola para petani P4S Sritanio berkisar antara 4 ton hingga 5 ton gabah kering panen per hektar per panen. Padahal dalam setahun mereka mampu panen hingga tiga kali. Dengan demikian dalam setahun mereka mampu memproduksi 840 ton hingga 1.050 ton gabah organik. Sebanyak 168 ton hingga 210 ton di antaranya merupakan produksi berstandar ekspor.
“Kedepan kami ingin terus meningkatkan kapasitas produksi beras organik. Target kami, ada penambahan lahan organik minimal 10 hektare per bulan. Saat ini sudah ada 200 ha lahan konversi yang siap ditingkatkan menjadi lahan organik,” ungkap Samanhudi.
Namun Samanhudi mengakui hal itu tidak mudah, banyak petani yang sudah terbiasa dengan pertanian konvensional yang terbiasa menggunakan bahan kimia karena lebih mudah. Selain itu banyak petani yang belum berdaya karena kena ikatan ijon dengan tengkulak.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Jawa Timur Difi Ahamad Johansyah mengatakan, pihaknya hadir untuk meningkatkan kesadaran para petani tentang pentingnya pertanian organik. Menurutnya, saat ini sedang tumbuh kesadaran untuk hidup sehat di masyarakat perkotaan yang menjadi peluang besar bagi industri beras organik.
“Bank Indonesia membina 58 kelompok pertanian organik, 11 di antaranya ada di Jawa Timur. P4S Sirtanio merupakan binaan pertama Bank Indonesia yang berhasil melakukan ekspor. Kami akan menjadikan P4S Sritanio sebagai percontohan bagi kelompok pertanian organik lainnya,” tutur Difi.
Kepala Bidang Pertanian Dinas Pertanian Banyuwangi Ilham Juanda mengatakan, luas lahan pertanian di Banyuwangi mencapai 65.000 ha, sebanyak 81,49 ha diantaranya merupakan lahan pertanian organik bersertifikat. Hingga tahun 2021, Banyuwangi menargetkan lahan organik mencapai 300 ha.
“Saat ini, sudah ada 200 ha lahan konversi di Banyuwangi yang tersebar di delapan kecamatan antara lain di Singojuruh, Kalibaru dan Licin. Kami berharap tahun ini 200 lhan konversi tersebut dapat disertifikasi sehingga produksi beras orgaanik di Banyuwangi yang saat ini sekitar 500 ton per tahun bisa meningkat,” tutur dia.