Persaingan Global, Industri Bulu Mata Purbalingga Lesu
Persaingan pasar bulu mata palsu di tingkat global kian ketat mengakibatkan produksi bulu mata di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah lesu. Para kompetitor seperti China dan Vietnam lebih mampu menyediakan produk yang lebih murah dan dalam jumlah lebih besar. Inovasi industri bulu mata di dalam negeri perlu ditingkatkan.
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS – Persaingan pasar bulu mata palsu di tingkat global kian ketat mengakibatkan produksi bulu mata di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah lesu. Para kompetitor seperti China dan Vietnam lebih mampu menyediakan produk yang lebih murah dan dalam jumlah lebih besar. Inovasi industri bulu mata di dalam negeri perlu ditingkatkan.
Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Purbalingga menunjukkan nilai ekspor bulu mata dan rambut palsu sejak dua tahun terakhir menurun hingga 0,175 persen. Pada 2017, nilai ekspor dari 29 perusahaan mencapai Rp 2,06 triliun. Namun, pada 2018 nilai ekspor hanya Rp 2,057 triliun atau turun hingga Rp 3,615 miliar.
“Pasar internasional memang turun secara drastis sekitar Desember 2018 dan Januari 2019, tapi sebelumnya memang sudah ada gejala seperti itu. China bisa berinovasi dengan cepat, produksi dengan mesin yang lebih cepat dan murah. Untuk sementara ini kita kalah di tingkat harga,” kata Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Purbalingga Agus Purbadi, Kamis (21/3/2019) di Purbalingga.
Di Purbalingga produksi bulu mata ini menyerap tenaga kerja hingga 40.000 orang
Agus mengatakan, pihaknya belum bisa menggambarkan perbandingan produktivitas antara luar dan dalam negeri. Meski demikian, potensi pasar masih bisa terus dikembangkan, misalnya ke Eropa, Amerika, dan kawasan Asia. “Di Purbalingga produksi bulu mata ini menyerap tenaga kerja hingga 40.000 orang,” tuturnya.
Untuk mengatasi kelesuan tersebut, lanjut Agus, pihaknya akan bekerja sama dengan para pengusaha guna mengevaluasi serta mencari solusi agar produksi bulu mata di Purbalingga bisa tetap eksis.
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Purbalingga Tukimin menyampaikan, akibat lesunya pemasaran di tingkat global tersebut membuat sedikitnya 300 orang pekerja dari 10 perusahaan bulu mata berhenti bekerja sejak Februari 2019. “Mereka mengundurkan diri dan dari sisi perusahaan untuk efisiensi, tidak merekrut karyawan baru,” tutur Tukimin.
Karena sedang lesu, maka lemburnya tidak ada. Kalau hanya upah, mungkin kurang. Kadang ada yang membawa pulang bahan, lalu dikerjakan anggota keluarganya untuk mendapatkan tambahan
Menurut Tukimin, para pekerja mengundurkan diri karena minimnya order sehingga kesempatan lembur untuk mendapatkan pemasukan tambahan pun tidak ada. “Karena sedang lesu, maka lemburnya tidak ada. Kalau hanya upah, mungkin kurang. Kadang ada yang membawa pulang bahan, lalu dikerjakan anggota keluarganya untuk mendapatkan tambahan,” paparnya.
Ketegangan ekonomi
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Purbalingga yang juga Manajer PT Boyang Industrial Rocky Junjungan mengatakan, kelesuan pemasaran di tingkat global antara lain juga terjadi karena ketegangan ekonomi antara Amerika dan China. Misalnya, kapasitas produksi rambut palsu dari PT Boyang Industrial yang bisa 400.000 pieces per bulan bisa melorot hingga 50 persen.
Menurut Rocky, di perusahaannya pada 2017 jumlah pekerjanya mencapai 7.300 orang dan berkurang hingga 6.500 pada 2018. Per bulan setidaknya ada 200 orang pekerja yang berhenti mengundurkan diri. “Karena order berkurang, kami selama beberapa bulan tidak menerima karyawan. Turn over kami di sini cukup tinggi, setiap bulan bisa di atas 200 orang,” kata Rocky.
Rocky berharap pemerintah perlu mendukung industri bulu mata dan rambut palsu dengan adanya riset dari dunia pendidikan terutama untuk menciptakan inovasi-inovasi dalam bidang produksi agar tidak kalah dengan produk dari China dan Vietnam.