Presiden Joko Widodo menginstruksikan pembelian harga gabah di tingkat petani minimal Rp 4.070 per kilogram. Namun, di lapangan, pembelian hasil panen jauh di bawah harga tersebut. Perum Bulog didesak segera menyerap gabah petani sesuai instruksi tersebut.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menginstruksikan pembelian harga gabah di tingkat petani minimal Rp 4.070 per kilogram. Namun, faktanya, pembelian hasil panen jauh di bawah harga itu. Perum Bulog didesak segera menyerap gabah petani sesuai instruksi tersebut.
”Tidak boleh ada gabah kering panen dibeli di bawah Rp 4.070 per kilogram. Ini perintah Presiden (Joko Widodo) melalui Kementerian Pertanian,” ujar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat bertemu dengan petani, santri, dan penyuluh pertanian di Stadion Ranggajati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (28/3/2019).
Dalam kesempatan itu, Amran menerima informasi bahwa harga gabah di tingkat petani di Cirebon anjlok hingga Rp 3.400 per kilogram (kg). Nilai itu jauh di bawah instruksi presiden berdasarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.
Sesuai Inpres itu, harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) Rp 3.700 per kg. Namun, pemerintah memberikan fleksibilitas harga pembelian berkisar 10-20 persen sehingga harga GKP minimal Rp 4.070 per kg.
Untuk itu, Kementerian Pertanian, lanjut Amran, akan segera berkoordinasi dengan Perum Bulog untuk segera menyerap gabah petani dengan harga bagus. Terkait kualitas gabah petani yang dinilai rendah karena pengaruh cuaca, Amran menyatakan hal itu akan diatur bersama Perum Bulog.
”Harga gabah turun karena produksi melimpah. Daerah sentra padi memasuki musim panen. Namun, nanti Bulog akan tangani,” ujarnya.
Ini masalah klasik, tetapi belum selesai. Gabah tersedia, tetapi tidak laku. Bagaimana kalau gabah tidak ada?
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Cirebon Kuryadi mendesak pemerintah segera menyerap hasil panen petani. Menurut dia, harga GKP anjlok dari Rp 5.000 per kg pada Januari menjadi Rp 3.700 per kg, bahkan menyentuh Rp 3.400 per kg. ”Ini masalah klasik, tetapi belum selesai. Gabah tersedia, tetapi tidak laku. Bagaimana kalau gabah langka?” ujarnya.
Pada saat sama, hujan yang terus mengguyur sentra-sentra padi menghambat pengeringan gabah yang biasanya tiga hari menjadi satu minggu. Kadar air pun menjadi tinggi. Kuryadi meminta Perum Bulog tidak mempermasalahkan kadar air hasil panen petani. Sebab, selain kesulitan lahan untuk menjemur padi, petani juga tidak memiliki alat pengering.
”Jadi, kalau gudang Bulog kosong. Silakan serap gabah petani. Mari berbagi peran dengan petani. Jika tidak, harga gabah akan terus rendah. Apalagi, puncak musim panen berlangsung minggu depan,” lanjutnya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Ali Effendi mengatakan, luas areal yang sudah panen baru sekitar 10 persen dari total 45.000 hektar untuk masa tanam rendeng atau pertama. Panen diprediksi berlangsung hingga akhir April.
”Tahun ini, kami menargetkan produktivitas padi naik dari 6,4 ton gabah kering giling (GKG) menjadi 6,5 ton GKG,” ujarnya. Tahun lalu, Cirebon memproduksi 525.000 ton GKG. Lebih dari 100.000 ton beras dipasok untuk sejumlah daerah di Jabar hingga DKI Jakarta.