Izin tambang emas di Nagan Raya menggunakan lahan seluas 10.000 hektar sedangkan di Aceh Tengah seluas 9.684 hektar. Kedua area tambang emas itu dikelola oleh perusahaan modal asing.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Sedikitnya 500 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Provinsi Aceh melakukan aksi tolak izin tambang asing di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah. Mereka mendesak Pemprov Aceh dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral membatalkan izin usaha pertambangan emas di Aceh.
Demo berlangsung pada Selasa (9/4/2019) di halaman Kantor Gubernur Aceh di Banda Aceh. Mahasiswa berjalan kaki menuju kantor gubernur sambil membentangkan spanduk putih bertuliskan tolak tambang. Aksi berlangsung tiga jam dan dikawal ketat puluhan polisi. Namun, Pelaksana Gubernur Aceh Nova Iriansyah tidak menemui massa karena sedang berada di Aceh Tengah.
Tiga bulan terakhir, penolakan tambang emas kian masif disuarakan mahasiswa dan warga. Selain demo mahasiswa, ribuan warga di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya menggelar doa bersama menolak tambang. Pada Senin (8/4/2019), sekitar 200 mahasiswa dan warga di Aceh Tengah juga melakukan demo tolak tambang emas.
Luas hutan yang masuk dalam area tambang emas itu mencapai 19.684 hektar. Izin tambang emas di Nagan Raya menggunakan lahan seluas 10.000 hektar, sedangkan di Aceh Tengah seluas 9.684 hektar. Kedua area tambang emas itu dikelola perusahaan modal asing.
Presiden Mahasiswa Universitas Serambi Mekah (USM) Banda Aceh, Rahmat Handoko dalam orasinya menuturkan, pemberian izin tambang emas untuk perusahaan asing bukan jawaban meningkatkan kesejahteraan warga. Sebab, kata dia, tambang emas lebih menguntungkan pemodal, sedangkan warga tetap melarat.
Kami membela rakyat, menolak tambang, jangan jual tanah kami kepada asing
Kata Rahmat, selain mengancam kelestarian lingkungan hidup, izin usaha pertambangan emas untuk perusahaan asing dianggap praktik kapitalisme. “Kami membela rakyat, menolak tambang, jangan jual tanah kami kepada asing,” kata Rahmat.
Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Aceh Teguh mengatakan, izin tambang untuk perusahaan asing dikeluarkan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral dan Badan Koordinasi Penanaman Modal telah mengesampingkan kekhususan Aceh.
Menurut Teguh, dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh disebutkan Pemprov Aceh memiliki kewenangan terhadap sumber daya alam yang ada di Aceh. “Izin tambang asing oleh pemerintah pusat, telah menafikan kewenangan Aceh. Kami mendesak gubernur Aceh untuk bersikap, jangan membela asing,” kata Teguh.
Izin pemerintah pusat
Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh Said Faisal mengatakan, proses perizinan pertambangan di Nagan Raya dan Aceh Tengah berjalan sesuai aturan, sehingga pihaknya tidak dapat menahan. Izin pertambangan modal asing dikeluarkan pemerintah pusat, bukan provinsi.
Sebagaimana diatur dalam Permen ESDM Nomor 34 Tahun 2017 tentang Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada Pasal 10 Ayat 2 disebutkan izin usaha pertambangan perusahaan modal asing (IUP PMA) dikeluarkan oleh Menteri ESDM dan gubernur wajib menyerahkan dokumen IUP eksplorasi yang telah melakukan perubahan status dari perusahaan modal dalam negeri (PMDN) menjadi PMA kepada menteri untuk diperbarui izinnya.
Atas dasar aturan itu, kata Said, Pemprov Aceh tidak punya kewenangan untuk membatalkan izin tambang emas perusahaan asing di Nagan Raya dan Aceh Tengah. Namun, Said menghormati sikap warga yang menolak tambang.
Sebelumnya, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur mengatakan, tambang emas skala besar berdampak buruk bagi lingkungan seperti perubahan bentang alam, penurunan kualitas air permukaan, gangguan terhadap habitat satwa lindung, penurunan kualitas udara, dan peningkatan kebisingan.
Oleh sebab itu, Walhi Aceh menggugat izin tambang asing di Aceh ke Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta. Hingga kini, proses hukum gugatan itu masih berlangsung di pengadilan.