Provinsi Nusa Tenggara Timur memprogramkan 83.000 ekor sapi induk wajib bunting (Siwab) guna mengejar target 2 juta ekor populasi sapi, tahun 2023. Kuota pengiriman sapi keluar NTT tahun ini sebanyak 70.000 ekor dengan tetap menjaga pasokan di tangan peternak. Pemprov mengalokasikan dana Rp 18 miliar per 2019 untuk pengembangan ternak, termasuk pengadaan pakan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Provinsi Nusa Tenggara Timur memprogramkan 83.000 ekor sapi induk wajib bunting (Siwab) guna mengejar target 2 juta ekor populasi sapi, tahun 2023. Kuota pengiriman sapi keluar NTT tahun ini sebanyak 70.000 ekor dengan tetap menjaga pasokan di tangan peternak. Pemprov mengalokasikan dana Rp 18 miliar per 2019 untuk pengembangan ternak, termasuk pengadaan pakan.
Kepala Dinas Peternakan Nusa Tenggara Timur (NTT) Danny Suhadi di Kupang, Selasa (7/5) mengatakan, ternak sapi merupakan salah satu produk unggulan NTT. Padang savana yang luas, menjadi sarana penggembalaan ternak, terutama di Pulau Sumba dan Pulau Timor.
“Sejak 2017, NTT mengirim ternak sapi ke DKI Jakarta untuk memenuhi kebutuhan daging di daerah itu, selain provinsi lain. Menjaga populasi ternak yang ada, Pemprov sejak 2017 mencanangkan program Siwab. Tahun ini sebanyak 83.000 ekor sapi induk yang diprioritaskan untuk bunting, atau melahirkan 83.000 ekor sapi baru,”kata Suhadi.
Tambahan populasi
Jumlah 83.000 ini, belum termasuk sapi yang bunting dan melahirkan secara alamiah, sehingga total tambahan populasi sapi baru tahun ini sekitar 150.000 ekor. Pengeluaran dan produksi kembali tetap seimbang.
Realisasi Siwab sampai Maret 2019 mencapai 18.000 ekor. Jumlah ini tidak termasuk sapi peternak yang bunting dan melahirkan secara alamiah. Kelahiran secara alamiah didata pada akhir tahun.
Saat ini populasi ternak sapi sebanyak 1.280.000 ekor. Pemprov menargetkan sampai 2023 NTT memproduksi 2 juta ekor sapi. Jumlah ini belum termasuk ternak lain seperti kuda, kerbau, kambing, babi, dan ayam.
Kuota pengiriman sapi ke luar NTT tahun 2019 sebanyak 70.000 ekor, diutamakan sapi jantan, berbobot di atas 250 kg. Jumlah ini tetap sama dengan jumlah pengiriman tahun 2018. Realisasi pengiriman sampai Maret sebanyak 12.000 ekor. Biasanya, kuota 70.000 ekor itu selesai terkirim bulan Juli.
Ia mengatakan, NTT tetap menjaga populasi ternak sapi. Pengiriman ke luar daerah tetap dilakukan, tetapi stok sapi di tangan peternak tetap terjaga. Sapi merupakan andalan peternak untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga.
Pemprov NTT menganggarkan Rp 18 miliar dari APBD 2019 untuk pengembangan ternak. Sebanyak 2.000 kelompok peternak, masing-masing kelompok berjumlah 10-20 orang didampingi petugas dari dinas kesehatan. Selain peningkatan populasi, juga untuk kesehatan hewan, dan pengadaan pakan ternak.
“Meski anggaran dinilai stabil dari tahun ke tahun, tetapi ada kolaborasi lintas sektor, juga dengan kabupaten/kota, dan mitra kerja sehingga program peternakan tetap jalan. Semua pihak mendukung program pengembangan ternak sapi di NTT,”kata Suhadi.
Mengatasi kekurangan pakan ternak, Pemprov melakukan dua program, yakni manajemen terhadap hijauan pakan ternak, dan manajemen pakan berbasis industri untuk memenuhi pakan sapi, ayam potong dan ternak babi. Selama ini semua jenis pakan ternak didatangkan dari luar NTT.
Meski anggaran dinilai stabil dari tahun ke tahun, tetapi ada kolaborasi lintas sektor, juga dengan kabupaten/kota, dan mitra kerja sehingga program peternakan tetap jalan. Semua pihak mendukung program pengembangan ternak sapi di NTT
Khusus hijauan pakan sapi diadakan penanaman lamtoro teramba lamtoro teramba sekitar 25.000 hektar, tetapi ditanam secara sporadic, sesuai lokasi budidaya ternak seperti di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Malaka, Sumba Timur, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Rote, dan sebagian wilayah Flores.
Penggemukkan sapi
Lamtoro teramba sangat cocok untuk penggemukkan sapi, kuda, kerbau, dan kambing. Tetapi diprioritaskan untuk ternak sapi. Lamtoro jenis ini tahan panas, dan mudah tumbuh di tanah pasir, wadas atau bebatuan.
Selain itu disiapkan pakan dari jerami padi,dipadukan dengan mineral-mineral pakan tertentu. Jenis pakan ini biasanya digunakan selama pengiriman sapi keluar daerah dengan kapal laut. Pakan jenis ini tidak membuat bobot sapi menyusut tetapi tetap stabil dan tidak mudah terserang penyakit.
Sekretaris Himpunan Pedagang Peternakan Sapi dan Kerbau NTT Daniel Go mengatakan, pembatasan kuota ekspor merugikan peternak. Setiap tahun, sampai bulan Juni-Juli kuota pengiriman sapi dari NTT habis.
“Sementara sapi di tangan peternak masih banyak, yang harus dijual. Pemerintah menahan sapi tetapi tidak ada pakan ternak, merugikan petani. Biasanya memasuki musim kemarau seperti saat ini bobot sampai turun. Bobot sapi hidup sampai musim hujan akhir mencapai 300 kg, memasuki musim kemarau turun sampai 70 kg,”kata Daniel.
Johanes Lakat (54) salah satu peternak sapi di Kota Kupang, yang memiliki 68 ekor sapi. Ia mengatakan, memasuki bulan Mei, ternak mulai sulit mendapatkan pakan (rumput) segar.
Memasuki musim kemarau, ia bisa menyiasati kesulitan pakan, dengan mengumpulkan rumput kering, kemudian disirami air garam (air laut) untuk diberikan ke sapi. Meski demikian, bobot sapi tetap turun.