PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo) secara resmi mengumumkan Chris Kanter tidak akan lagi menjabat sebagai CEO. Jabatan itu kini dipegang Ahmad Abdulaziz Al Neama yang telah ditunjuk Ooredoo sebagai CEO pada Jumat (3/5/2019).
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo) secara resmi mengumumkan Chris Kanter tidak akan lagi menjabat sebagai CEO. Jabatan itu kini dipegang Ahmad Abdulaziz Al Neama yang telah ditunjuk Ooredoo sebagai CEO pada Jumat (3/5/2019).
Komisaris Utama Indosat Ooredoo Waleed Mohamed Ebrahim Al-Sayed, dalam siaran pers, yang dikutip Selasa (7/5/2019), menyampaikan, Chris Kanter akan dicalonkan kembali menjadi anggota dewan komisaris. Rapat umum pemegang saham segera digelar dalam waktu dekat. Sambil menunggu rapat dilaksanakan, Chris Kanter tetap menjalankan operasional sebagai direktur utama.
”Dia (Chris Kanter) mulai menerapkan program transformasi digital dan berhasil membawa perusahaan mencapai kinerja positif,” jelas Waleed.
Ahmad Al Neama telah bekerja di Ooredoo selama 15 tahun. Sebelumnya, dia menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris Indosat Ooredoo dan saat ini menjabat sebagai anggota Dewan Direksi Ooredoo Myanmar.
Sementara, Chris Kanter resmi menjabat sebagai direktur utama dan CEO setelah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Indosat Ooredoo yang digelar di Jakarta, Rabu (17/10/2018). Chris Kanter menggantikan posisi Joy Wahyudi yang menyatakan mundur dari kursi CEO.
Isu pergantian posisi direktur utama dan CEO baru Indosat Ooredoo beredar sejak pekan lalu.
Mengutip info memo Indosat Ooredoo, menutup akhir tahun 2018, jumlah pelanggan sebanyak 58 juta atau turun 47,3 persen dibandingkan dengan setahun sebelumnya. Meski jumlah pelanggan turun drastis, perusahaan mengklaim tingkat perpindahan pengguna ke operator lain (churn rate) stabil sekitar 12 persen.
Pada 2018, pendapatan Indosat Ooredoo turun 22,7 persen atau menjadi Rp 23,1 triliun. Pada periode yang sama, pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) Indosat Ooredoo juga turun 49,1 persen secara tahunan menjadi Rp 6,5 triliun.
Beban biaya yang dibukukan Rp 23,604 triliun pada 2018. Nilai beban ini turun 8,8 persen dibandingkan setahun sebelumnya. (MED)