Instalasi Raksasa Gurita Upaya Menarik Wisatawan ke Pantai
Warga Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, mendesain Festival Brawa, yang digelar sepanjang pantai untuk meningkatkan daya tarik wisatawan mengenal desanya. Memasuki tahun kedua, desa membuat instalasi raksasa berbentuk Gurita (octopus giant) dari anyaman bambu dengan biaya swadaya pencarian sponsor.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS – Warga Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, mendesain Festival Brawa, yang digelar sepanjang pantai untuk meningkatkan daya tarik wisatawan mengenal desanya. Memasuki tahun kedua, desa membuat instalasi raksasa berbentuk Gurita (octopus giant) dari anyaman bambu dengan biaya swadaya pencarian sponsor.
Hingga Rabu (22/5/2019), persiapan menjelang pembukaan sudah hampir siap seluruhnya. Pada Kamis (23/5/2019), Festival Brawa II, dengan tajuk Pasisi Lango “Deep Blue Spirit” dibuka dan berlangsung selama tiga hari. Instalasi yang juga ikon Gurita ini tercatat sebagai karya seni kebendaan yang terbesar di Museum Rekor Indonesia (MURI). Ukuran Gurita berbahan bambu yang dianyam dan besi kontruksi ini memiliki tinggi sekitar 20 meter dan panjang tangan gurita sekitar 300 meter.
Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Badung AA Yuyun Hanura Eny mengapresiasi antusias desa untuk memajukan pariwisata bahari Pantai Brawa. Tahun ini, dinas memberikan anggaran sekitar Rp 1,2 miliar. “Anggaran ini menurun dari tahun lalu yang hampir separuhnya. Tetapi, dinas bangga karena meski berkurang anggaran, desa tetap tidak patah semangat untuk berkreasi maksimal,” kata Yuyun.
Ia pun tak menyangka karya instalasi ini benar-benar menarik perhatian. Menurutnya, karya seperti Gurita Raksasa ini belum ada pernah ditampilkan di festival di pantai mana pun di Bali. Maka, ia optimis, gelaran festival mampu menyedot perhatian massa, apalagi sudah viral di media sosial.
Anggaran ini menurun dari tahun lalu yang hampir separuhnya. Tetapi, dinas bangga karena meski berkurang anggaran, desa tetap tidak patah semangat untuk berkreasi maksimal
Bupati Badung Giri Prasta dijadwalkan membuka festival. Rangkaian acara di antaranya tercatat adanya tarian Wasundhari (maskot desa), dan terian varuna (baruna).
Kepala Desa Tibubeneng Made Kamajaya mengatakan instalasi ini menjadi kebanggaan dari desanya. Hal ini upaya dirinya memaksimalkan promosi Tibubeneng sebagai desa pemekaran dari Canggu.
“Warga ingin pariwisata merata dan orang tidak salah menyebutkan Pantai Brawa yang panjangnya sekitar 1,4 kilometer ini adalah Tibubeneng, bukan wilayah Canggu. Desa ini juga memiliki potensi wisata, bukan karena limpahan wisatawan dari Kuta, Seminyak, Legian, atau Canggu,” jelasnya.
Karenanya, mereka berupaya memberikan sajian yang berbeda dari tahun sebelumnya. Instalasi raksasa menjadi pilihan yang lebih menarik dari tahun sebelumnya menampilkan 5.555 orang penari kecak.
Menggugah sadar lingkungan
Ketut Putra Yasa terpilih menjadi seniman yang menggarap instalasi raksasa tersebut. Putra Yasa berupaya mengangkat tema ikon gurita ini sebagai spirit kelautan.
Ia ingin menggunakan karya visual ini sebagai penyampai pesan sayangi lingkungan pantai dari timbunan sampah. “Maka gurita ini sebagai perwakilan pesan lingkungan. Gurita hidup di laut dalam dan resah karena kehidupannya terancam bersama habitanya oleh sampah-sampah,” jelas Putra Yasa.
Gelaran seni rupa instalasi Gurita Raksasa ini, lanjutnya, secara kontekstual mecoba menawarkan ajakan kultural, menggugah kesadaran serta kepekaan masyarakat tentang persoalan kelautan, karena Sejatinya nilai kontekstual suatu karya terletak pada kekuatan menimbulkan berbagai dampak, misalnya; dampak sosial, moral, politik, dan sebagainya.
Sebagai karya outdoor, Putra Yasa menjelaskan lagi, konsepnya memakai pendekatan seni rupa pertunjukan dengan penekanan pada aspek interaktif. Sebagai fokus utama adalah objek gurita raksasa dari anyaman bambu berukuran sangat gigantik, dengan juluran kaki yang panjang memungkinkan menginstalasi area pantai yang luas. Badan gurita juga menjadi panggungnya. “Saya jamin ini aman dari terpaan angin. Instalasi ini sudah terbangun selama 3 minggu terakhir ini untuk tes keamanannya,” ujarnya.
Anyaman bambu yang acak menghasilkan drama artistik formal yang unik dan tentunya memiliki sense ekologis. Sementara beberapa obyek lainseperti ikan yang juga dari anyaman bambu, masing- masing wujudnya mengandung rasa metaforik, terdisplay secara acak melengkapi nuansa ekologis kelautan, seperti kura-kura, ikan.
Saya jamin ini aman dari terpaan angin. Instalasi ini sudah terbangun selama 3 minggu terakhir ini untuk tes keamanannya
Agenda Festival Brawa ini mengedepankan potensi pesisir. Festival kulinernya menyajikan 13 menu berbahan dasar bahan baku dari air atau pesisir. Mengapa 13? Karena, desa tersebut terdiri dari 13 banjar (setara rukun warga di Pulau Jawa), dan mereka diundi agar tidak dapat memilih menunya. Satu banjar satu menu yang didapatkan dari undian antarmereka.
Perlombaan juga tersedia di antaranya lomba patung pasir, pahat mentega. Begitu pula diskusi mengenai potensi pesisir hingga bagaimana mengolah sampah plastik. Selain itu, tenda-tenda produk lokalan juga disiapkan.