Pengembangan perikanan budidaya di Indonesia akan didorong lebih optimal. Perikanan budidaya dinilai menyimpan potensi besar, tetapi pengembangannya masih terhambat, antara lain terkait faktor perizinan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan perikanan budidaya di Indonesia akan didorong lebih optimal. Perikanan budidaya dinilai menyimpan potensi besar, tetapi pengembangannya masih terhambat, antara lain terkait faktor perizinan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Bandeng Indonesia Mumfaizin Faiz di Jakarta, Selasa (28/5/2019), menyatakan, potensi ekspor produk ikan hasil budidaya sangat besar. Namun, potensi itu belum tergarap. Hal itu antara lain tecermin dari tingginya permintaan ekspor, tetapi belum dapat dipenuhi oleh produksi lokal.
Sejak tahun 2016, kata Mumfaizin, pihaknya sudah mengekspor komoditas ikan air tawar, antara lain lele, nila hitam, dan gurami, ke pasar Korea Selatan. Sayangnya, belum ada jaminan kepastian pasokan sehingga meskipun permintaan banyak, tak semua bisa dipenuhi. Upaya memperluas pasar pun terhambat.
Permintaan ikan nila, misalnya, datang dari Arab Saudi sedikitnya 150 ton per bulan. ”Ada permintaan produk nila hitam ke Arab Saudi, tetapi saya tidak mampu memenuhi karena tidak ada stok. Konsumsi nila dalam negeri juga tinggi,” kata Mumfaizin.
Sehari sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, di Jakarta, menyatakan, Presiden Joko Widodo telah meminta supaya perikanan budidaya segera didorong pengembangannya. Upaya pengembangan perikanan budidaya dinilai belum tuntas. ”Persoalannya terutama di perizinan. Kita mau percepat izin,” katanya.
Luhut menambahkan, jika dibutuhkan, pihaknya tidak menutup peluang masuknya investor asing di sektor perikanan.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Kemaritiman Agung Kuswandono mengemukakan, banyak komoditas perikanan budidaya yang belum digarap, antara lain rumput laut, lobster, ikan hias, dan mutiara. ”Pekerjaan rumah yang belum tergarap di bidang perikanan budidaya masih sangat banyak,” katanya.
Banyak komoditas perikanan budidaya yang belum digarap, antara lain rumput laut, lobster, ikan hias, dan mutiara.
Agung mencontohkan, Indonesia selama ini merupakan produsen ikan hias besar di dunia. Namun, Indonesia belum mampu memperoleh nilai tambah lebih besar karena pemasaran mengandalkan Singapura. Nilai jual ikan hias ke Singapura rata-rata hanya 0,5 dollar AS per ekor. Padahal, Singapura mampu menjualnya ke pasar internasional dengan harga rata-rata 20 dollar AS per ekor atau 40 kali lipat.
Pihaknya akan mendorong hulu-hilir perikanan budidaya agar lebih sinergis dengan cara mengoordinasi kementerian terkait. Selain itu, pihaknya berupaya menghimpun program bantuan lintas kementerian agar pengembangan perikanan lebih fokus.
Awal pekan ini, Indonesia mulai mengekspor patin olahan ke Arab Saudi. Ekspor perdana berupa irisan daging ikan dan steik itu direncanakan 540 ton senilai Rp 22 miliar. Selain Arab Saudi, Indonesia tengah menjajaki pemasaran patin olahan ke negara lain, seperti Uni Emirat Arab dan Turki.