Kementerian Koordinator Kemaritiman diharapkan fokus mendorong percepatan industrialisasi perikanan melalui upaya sinergi lintas kementerian dan sektoral. Saat ini, pembangunan industri perikanan masih diliputi ketidakpastian.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Koordinator Kemaritiman diharapkan fokus mendorong percepatan industrialisasi perikanan melalui upaya sinergi lintas kementerian dan sektoral. Saat ini, pembangunan industri perikanan masih diliputi ketidakpastian.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Rokhmin Dahuri di Jakarta, Rabu (29/5/2019), mengemukakan, Kementerian Koordinator Kemaritiman perlu lebih efektif menjalankan peran mendorong seluruh kementerian teknis yang dinaunginya berjalan sinergis. Di sektor perikanan, koordinasi lintas kementerian dan lembaga dinilai belum mampu mendongkrak pertumbuhan industri perikanan.
Ia menyoroti beberapa persoalan yang mendesak ditangani, antara lain perizinan. Saat ini, masih terjadi tumpang tindih perizinan yang melibatkan dua kementerian, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Perhubungan. Tarik-menarik itu antara lain dalam hal perizinan dan pengawasan kapal.
Mulai pertengahan 2019, Kementerian Perhubungan mewajibkan kapal ikan menggunakan perangkat sistem identifikasi otomatis (AIS), antara lain untuk keamanan dan identifikasi kapal. Sementara itu, KKP telah mensyaratkan kapal ikan menggunakan perangkat sistem monitoring kapal (VMS) yang juga untuk mendeteksi kapal.
Februari 2019, KKP menyatakan, memulai kolaborasi dengan Kementerian Perhubungan untuk memudahkan perizinan kapal melalui layanan terpadu. Namun, perizinan terpadu dinilai belum optimal diterapkan.
”Tumpang tindih aturan membuat usaha diliputi ketidakpastian. Kalau kementerian teknis tidak cepat bergerak, Kementerian Koordinator Kemaritiman yang menaungi perlu turun tangan mengawal,” kata Rokhmin.
Iklim usaha
Rokhmin menambahkan, ketidakpastian iklim usaha juga mengakibatkan program pembangunan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) yang dicanangkan KKP di beberapa wilayah sentra perikanan cenderung tidak optimal. Salah satu kendalanya, ketidakpastian suplai bahan baku untuk industri.
”Perlu dicari apa sumbatannya agar SKPT bisa jalan dengan optimal. Sepanjang tidak ada kepastian suplai ikan, maka sulit mengharapkan industri berkembang di SKPT,” kata Rokhmin.
Hal senada diungkapkan Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan. Menurut dia, dari 13 SKPT yang dibangun KKP per 2018, baru 4 SKPT yang dinilai mulai beroperasi, yakni SKPT Natuna, SKPT Sebatik, SKPT Morotai, dan SKPT Merauke.
Abdi menilai, KKP belum memberikan insentif yang cukup untuk lokasi SKPT yang menjadi prioritas, seperti revitalisasi pelabuhan dan sarana prasarana industri.
Akibatnya, dunia usaha masih cenderung melihat dan menunggu kebijakan investasi yang berpihak pada investor. Di sisi lain, kebijakan KKP cenderung dinilai tidak propasar, tetapi lebih menitikberatkan pada perlindungan sumber daya ikan. Ketidakpastian juga tecermin dari KKP yang kerap berbeda pendapat dengan kebijakan Kemenko Kemaritiman.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, realisasi investasi kelautan dan perikanan per triwulan III (Januari-September) 2018 tercatat Rp 3,4 triliun atau turun 15 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017. Dari realisasi itu, penanaman modal asing tercatat turun 20 persen, sedangkan penanaman modal dalam negeri turun 63 persen. Sementara itu, kredit investasi tumbuh 15 persen jika dibandingkan dengan triwulan III-2017. (LKT)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.