Dua kapal perintis yang melayani pelayaran di Maluku, yakni KM Sabuk Nusantara 67 dan KM Sabuk Nusantara 87, mengalami kerusakan. Padahal, dua kapal tersebut belum berumur lebih dari dua tahun. Pemerintah diminta mencari jalan keluar.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Dua kapal perintis yang melayani pelayaran di Maluku, yakni KM Sabuk Nusantara 67 dan KM Sabuk Nusantara 87, mengalami kerusakan. Padahal, dua kapal tersebut belum berumur lebih dari dua tahun. Masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil kini mengeluh kekurangan bahan pangan dan kebutuhan lain lantaran terisolasi lebih dari empat bulan. Pemerintah diminta mencari jalan keluar.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas pada Rabu (19/6/2019), wilayah di Maluku yang terisiolasi akibat tidak beroperasinya kapal tersebut adalah Kepulauan Teon Nila Serua di Kabupaten Maluku Tengah, semua wilayah di Kabupaten Maluku Barat Daya, dan sebagian wilayah di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
”Lebih dari empat bulan, masyarakat di pulau-pulau terisolasi karena kapal rusak. Padahal, kapal itu masing-masing baru diluncurkan 2017 dan 2018. Pada saat peluncuran itu, saya juga hadir. Jangan sampai kapal ini adalah produk gagal,” kata Anos Yeremias, Ketua Komisi C DPRD Maluku, kepada Kompas.
Berdasarkan catatan Kompas, wilayah-wilayah tersebut masuk daerah paling sulit diakses. Selain berjauhan, pulau-pulau itu berada di sekitar Laut Banda dan Laut Timor yang sering dilanda gelombang tinggi. Ironisnya, kondisi itu tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Sejak dulu, kapal yang menyinggahi daerah itu pun tidak menentu.
Wajah pelayaran di Maluku pada era pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla mulai berubah searah dengan program Nawacita. Pembangunan transportasi di wilayah pinggiran terlihat lewat program tol laut dan penambahan kapal perintis.
Namun, kapal perintis yang belum lama beroperasi kini rusak. ”Ini berarti tidak ada keseriusan. Kapal yang diberikan untuk wilayah Maluku ini tidak bagus,” ujar Anos.
Ia mendesak PT Pelni sebagai operator kapal perintis itu segera mencari pengganti kapal baru atau menyewa kapal lain untuk melayani rute yang ditinggalkan tersebut. Ia mendapatkan kabar bahwa warga di beberapa pulau sudah mengeluh kehabisan bahan pangan dan kebutuhan lain. Pemerintah harus segera bersikap.
Lebih dari empat bulan, masyarakat di pulau-pulau terisolasi karena kapal rusak. Padahal, kapal itu masing-masing baru diluncurkan 2017 dan 2018. Pada saat peluncuran itu, saya juga hadir. Jangan sampai kapal ini adalah produk gagal.
Sejumlah warga yang hendak berangkat dari Ambon dengan tujuan tiga daerah itu juga berharap demikian. Mereka berulang kali mendatangi Kantor Pelni Cabang Ambon untuk menanyakan kepastian pelayaran ke daerah mereka. ”Dari dulu, transportasi ke wilayah pulau-pulau kecil di Maluku tidak lebih baik. Katanya Indonesia poros maritim, tetapi wilayah maritim sepertinya dilupakan,” kata Jopi, warga Kabupaten Maluku Barat Daya.
Terhentinya pelayaran ke wilayah kepulauan yang berlangsung selama berbulan-bulan itu bukan baru terjadi kali ini. Kondisi itu terjadi hampir setiap tahun. Padahal, untuk pelayaran perintis, biaya operasionalnya ditanggung pemerintah. Setiap tahun, negara menggelontorkan anggaran untuk subsidi. Operator perintis diserahkan kepada Pelni dan pihak swasta.
Dari dulu, transportasi ke wilayah pulau-pulau kecil di Maluku tidak lebih baik. Katanya Indonesia poros maritim, tetapi wilayah maritim sepertinya dilupakan.
Sementara itu, Manajer Operasi PT Pelni Cabang Ambon Jasman yang dihubungi secara terpisah mengatakan, kapal Pelni yang dioperasikan oleh pihaknya, yakni KM Sabuk Nusantara 87, mengalami patah kemudi.
Kerusakan itu sedang dalam perbaikan. Ia memperkirakan, kapal kembali beroperasi pada Juli mendatang. Ia berharap masyarakat bersabar.