Industri Pengolah Tembaga Optimistis Hadapi Era 4.0
Persaingan di sektor industri peleburan dan pemurnian tembaga diperkirakan akan ketat menyusul lahirnya pemain-pemain baru di sektor tersebut. Namun PT Smelting optimistis menghadapi persaingan tersebut.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
GRESIK, KOMPAS — Persaingan di sektor industri peleburan dan pemurnian tembaga diperkirakan ketat menyusul lahirnya pemain-pemain baru di sektor tersebut. Namun, PT Smelting, sebagai satu-satunya pemain di sektor itu hingga kini, optimistis menghadapi persaingan tersebut. Salah satunya karena katoda tembaga masih menjadi kebutuhan di era industri 4.0.
PT Smelting setiap tahun mampu memproduksi sekitar 300 ribu ton katoda tembaga dengan tingkat kemurnian 99,9 persen. Produk utama perusahaan tersebut dijual untuk diolah menjadi kabel, kawat, dan bahan untuk perangkat elektronik dan otomotif.
Kebutuhan akan produk yang berkesesuaian dengan tren industri 4.0 dilihat akan menjadi peluang bagi PT Smelting. Hal itu disampaikan Presiden Direktur PT Smelting Hiroshi Kondo saat mengunjungi pabrik PT Smelting di Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6/2019).
”Kita masih optimistis, di masa mendatang industri pengolah tembaga dan industri hilir pengolah katoda tembaga akan bisa berkembang,” katanya.
Department Manager General Affair, Legal, Human Resource and Industrial Relation PT Smelting Irjuniawan P Radjamin menambahkan, produksi katoda tembaga akan dibutuhkan lebih banyak di masa depan, antara lain untuk membuat komponen kelistrikan dan baterai dalam mobil listrik.
”Industri 4.0 kan sudah mulai dari tahun lalu. Industri kendaraan listrik pun akan segera kelihatan dalam waktu dekat,” katanya.
Terlebih, menurut rencana, Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan peraturan presiden tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV). Dalam peraturan tersebut, pemerintah menentukan adanya tingkat kandungan lokal dalam negeri (TKDN) awal, dengan kandungan 40 persen untuk motor dan 35 persen untuk mobil.
Persaingan industri
Sejak berdiri tahun 1996, PT Smelting belum memiliki pesaing. Namun, dua perusahaan tambang, yakni PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara, berencana membangun pabrik pengolahan serupa. Dua perusahaan itu juga tercatat sebagai penyedia konsentrat tembaga bagi PT Smelting.
Hiroshi berpendapat, pertumbuhan industri tersebut akan berdampak positif bagi Indonesia. Namun, kondisi itu menjadi tantangan bagi PT Smelting jika melihat kondisi pasar yang mau mengolah produk tembaga setengah jadi.
”Bagi PT Smelting, ini akan sedikit berat. Kompetitor kita akan bertambah, sementara market di Indonesia segitu-gitu saja. Secara garis besar, demand dan supply tembaga di pasar dunia dan dalam negeri itu kecil,” katanya.
Dengan kapasitas pengolahan tembaga sebanyak 1,2 juta ton per tahun, sekitar 40 hingga 50 persen katoda tembaga yang dihasilkan PT Smelting diserap pasar dalam negeri. Sisanya atau sekitar 60 persen diekspor, khususnya Asia Tenggara, seperti Filipina, Vietnam, Thailand, dan Malaysia.
Sementara itu, kapasitas produksi katoda tembaga perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki Mitsubishi Material Corporation selalu di bawah 300.000 ton per tahun, setidaknya sejak peningkatan kapasitas terakhir pada 2009.
Produksi optimal
General Affair Manager PT Smelting Saptohadi Prayetno optimistis perusahaan itu masih akan mampu mengolah konsentrat tembaga dalam jumlah optimal di masa mendatang meski PT Freeport dan PT Amman Mineral jadi mendirikan industri pengolah tembaga di Tanah Air.
Hal ini karena PT Freeport memiliki 25 persen saham PT Smelting. Perusahaan tambang tersebut menyuplai 1 juta ton konsentrat tembaga per tahun, dari kapasitas pengolahan yang mencapai 1,2 juta ton.
”Saat ini, Freeport juga tengah memulai eksplorasi di bawah tanah, yang mana konsentrat tembaga yang didapat akan lebih bagus secara kualitas dan jumlah,” katanya.
PT Smelting, menurut dia, juga tidak khawatir kehilangan pasar. Pasalnya, perusahaan telah memiliki pelanggan tetap. Selain itu, teknologi yang digunakan PT Smelting akan berbeda dengan yang digunakan Freeport seandainya mereka jadi mendirikan pabrik pengolahan tembaga.
Teknologi yang dimiliki PT Smelting mampu menghasilkan berbagai produk sampingan. Produk sampingan itu seperti asam sulfat (92.000 ton/tahun) untuk bahan baku industri pupuk, lumpur anoda (1.800 ton/tahun) untuk pemurnian emas dan perak, tembaga telurida (30 ton/tahun) untuk pemurnian telurida, serta terak tembaga (655.000 ton/tahun) dan gipsum (35.000 ton/tahun) untuk bahan pembuatan semen dan beton cor.
Sampai Mei 2019, PT Smelting telah memproduksi 96.000 ton katoda tembaga. Hingga akhir tahun, total aktual produk katoda yang diproduksi diperkirakan 267.000 ton dari target 291.000 ton katoda.